SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)
HEMODIALISIS DAN DIET BAGI PASIEN
YANG MENJALANI HEMODIALISIS
DI RUANGAN HEMODIALISA RS............... SURABAYA
Hari : Kamis
Tanggal : 25 Oktober 2012
Waktu : 45 menit
Tempat : Ruangan Hemodialisa
Sasaran : Keluarga Pasien
Topik kegiatan : Penyuluhan
Tentang tindakan hemodialisa dan diet bagi pasien yang menjalani hemodialisa.
A.
LATAR
BELAKANG
Penyakit gagal ginjal kronik utamanya diderita oleh
pasien – pasien yang telah mengalami usia lanjut. Pasien – pasien yang
menjalani hemodialisa, tidak cukup dilakukan sekali saja, ada yang menjalani
hemodialisa secara regular / rutin tiap minggu. Bahkan, ada pula yang menjalani
hemodialisa sampai dua kali dalam tiap minggunya. Hal ini tentu saja akan
menimbulkan berbagai dampak dan komplikasi yang dialami oleh pasien.
Pasien yang menjalani hemodialisa tentu saja memiliki
rasa cemas dan khawatir mengenai tindakan tersebut. Oleh karena itu, sebelum
menjalani proses hemodialisa ada hal – hal yang perlu diketahui
oleh setiap pasien agar kecemasan yang dialami pasien – pasien tersebut minimal
dapat berkurang. Sebagai perawat diharapkan memberikan informasi dan pengarahan
– pengarahan, serta motivasi terhadap pasien yang menjalani hemodialisa.
Untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dengan
hemodialisis diperlukan penatalaksanaan lain seperti management dit. Anggota
keluarga memiliki potensi untuk menjadi pendorong utama koping. Selain itu,
lingkungan keluarga cepat menjadi faktor yang kritis pada pengarahan individu
terhadap sebuah krisis (Hough, 1991). Oleh karena itu dibutuhkan pendidikan
kesehatan kepada keluarga pasien yang menunggu pasien selama menjalani terapi
hemodialisis mengenai diit pada pasien dengan hemodialisis.
B. TUJUAN
1.
Tujuan instruksional umum
Setelah mengikuti proses penyuluhan diharapkan peserta mengetahui tentang
pengetahuan tindakan hemodialisa dan diit pada pasien dengan hemodialisa.
2.
Tujuan instruksional khusus
Setelah mendapatkan penyuluhan diharapkan
sasaran penyuluhan mampu:
a. Memahami dan menjelaskan pengertian
hemodialisa
b. Memahami dan menjelaskan tujuan,
indikasi dan kontra indikasi serta komplikasi pada pasien hemodialisis
c. Memahami dan mampu menjelaskan
pentingnya diit pada pasien hemodialisis.
d. Memahami dan mampu menyebutkan macam-macam diit pada pasien
hemodialisis.
e. Memahami dan mampu memberikan contoh
makanan yang dianjurkan dan tidak dianjurkan bagi pasien hemodialisis.
C. SASARAN PENYULUHAN
Keluarga pasien hemodialisis yang menunggu
pasien selama menjalani hemodialisis.
D.
KEPANITIAAN
1. Ketua :
2. Sekretaris :
3. Bendahara :
4. Seksi Acara :
5. Seksi Humas :
6. Seksi Dokumentasi :
7. Seksi Perlengkapan :
E. SETTING ACARA
1. Acara
a. Pembukaan oleh pembawa
acara selama 5 menit
b. Sambutan
-
Ketua panitia selama 5 menit
-
Wakil dari institusi selama 5 menit
-
Wakil
dari lahan praktek selama 5 menit
c. Pendahuluan yang dilakukan oleh penyaji
5 menit
d. Penyuluhan tentang
hemodialisis dan diit
pada pasien dengan hemodialisis oleh
petugas mahasiswa program
profesi keperawatan SHT selama 20 menit
e. Tanya jawab 35 menit di pandu mahasiswa SHT
f. Penutup oleh penyaji selama 5 menit
g. Penutupan oleh pembawa acara selama
5 menit
2. Setting tempat
Keterangan :
Ketua panitia Notulen
Wakil institusi LCD
Wakil lahan praktek peserta
Penyaji / penyuluh fasilitator
Moderator Meja
konsumsi
F. MATERI
1. Definisi hemodialisis
2. Konsep Dialisis
3. Tujuan hemodialisis
4. Indikasi dan kontraindikasi hemodialisis
5. Komplikasi hemodialisis
6. Diet untuk pasien hemodialisis
7. Pentingnya diet bagi pasien hemodialisis
8. Macam-macam diet pada pasien
hemodialisis
G. STRATEGI PEMBELAJARAN
No
|
Tahap
|
Kegiatan Penyuluh
|
Kegiatan
Peserta
|
1
|
Pendahuluan
5 menit
|
1. Moderator
mengucapkan salam kepada sasaran
2. Moderator
merkenalkan kelompok pada sasaran
3. Moderator
menyampaikan topic penyuluhan, tujuan penyuluhan dan menjelaskan waktu
pelaksanaan.
4. Fasilitator membagikan leaflet
|
1.
Sasaran menjawab salam
2.
Sasaran menyimak
3.
Sasaran menyimak
4.
Menerima leaflet
|
2
|
Penyajian dan tanya jawab
35 menit
|
1. Penyaji menyampaikan materi
2. Memberikan kesempatan pada peserta
untuk bertanya
|
1. Mendengarkan dan memperhatikan
2. Bertanya dan berdiskusi
|
3
|
Penutup
5 menit
|
1. Menyimpulkan hasil
penyuluhan
2. Moderator melakukan evaluasi
secara verbal/ lisan dengan memberikan beberapa pertanyaan tentang materi
yang sudah dibahas.
3. Mengakhiri dengan mengucapkan
salam
|
1.
Memperhatikan
2.
Menjawab pertanyaan
3.
Menjawab salam
|
H. METODE
1. Ceramah
2. Diskusi
I. MEDIA
1. LCD Proyektor
2. Leaflet
3. Laptop
J. RENCANA EVALUASI KEGIATAN
1. Evaluasi Struktur :
a. Satuan acara penyuluhan (SAP) sudah
siap
b. 80% alat dan bahan yang diperlukan
sudah tersedia
2. Evaluasi Proses
a. Kegiatan berlangsung tepat waktu
b. Peserta yang hadir 90 % dari total peserta
c. 90 % peserta berada
ditempat sesuai waktu yang telah ditentukan
d. 90% peserta tetap mengikuti kegiata
penyuluhan sampai selesai
e. 70% peserta yang aktif bertanya dari
total
3. Evaluasi Hasil
a. Peserta dapat menyebutkan definisi hemodialisis
b. Peserta dapat menyebutkan komplikasi hemodialisis
c. Peserta dapat menjelaskan pentingnya diit pasien hemodialisis
d. Peserta dapat menyebutkan contoh makanan yang dianjurkan dan tidak
dianjurkan untuk dikonsumsi pasien hemodialisis
2.1 Pengertian
Hemodialisa merupakan suatu proses yang digunakan untuk mengeluarkan
cairan dan produk limbah dalam tubuh kita, ginjal tidak mampu melaksanakan
proses tersebut (Brunner& Sunddarth, 2001).
Salah satu terapi yang diberikan pada pasien dengan gagl ginjal kronis
adalah hemodialisa. Tujuan terapi dialisa adalah untuk mempertahankan kehidupan
dan kesejahteraan pasien sampai fungsi ginjal pulih kembali (Brunner &
Suddarth, 2001).
Hemodialisis berasal dari kata “hemo” artinya darah, dan “dialisis ” artinya
pemisahan zat-zat terlarut. Hemodialisis berarti proses pembersihan darah dari
zat-zat sampah, melalui proses penyaringan
di luar tubuh. Hemodialisis menggunakan ginjal buatan berupa mesin dialisis. Hemodialisis dikenal secara awam dengan istilah ‘cuci
darah’.
2.2 Konsep Proses Dialisa
Pada hemodialisis darah dikeluarkan dari tubuh penderita dan diedarkan dalam
sebuah mesin di luar tubuh, sehingga cara ini memerlukan jalan keluar-masuk aliran darah. Untuk itu
dibuat jalur buatan di antara pembuluh arteri dan vena atau disebut fistula arteriovenosa melalui pembedahan. Lalu dengan selang
darah dari fistula, darah dialirkan dan dipompa ke dalam mesin dialisis. Untuk
mencegah pembekuan darah selama proses pencucian, maka
diberikan obat antibeku yaitu Heparin.
Sebenarnya proses pencucian darah dilakukan oleh tabung di luar mesin yang bernama dialiser. Di dalam dialiser, terjadi proses
pencucian, mirip dengan yang berlangsung di dalam ginjal. Pada dialiser
terdapat 2 kompartemen serta sebuah selaput di tengahnya. Mesin digunakan
sebagai pencatat dan pengontrol aliran darah, suhu, dan tekanan. Aliran
darah masuk ke salah satu kompartemen dialiser. Pada kompartemen lainnya
dialirkan dialisat, yaitu suatu carian yang memiliki komposisi kimia menyerupai cairan tubuh normal. Kedua
kompartemen dipisahkan oleh selaput semipermeabel yang mencegah dialisat
mengalir secara berlawanan arah. Zat-zat sampah, zat racun, dan air yang ada dalam darah dapat berpindah
melalui selaput semipermeabel menuju dialisat. Itu karena, selama penyaringan
darah, terjadi peristiwa difusi dan ultrafiltrasi. Ukuran molekul sel-sel dan protein
darah lebih besar dari zat sampah dan racun, sehingga tidak ikut menembus
selaput semipermeabel. Darah yang telah tersaring menjadi bersih dan
dikembalikan ke dalam tubuh penderita. Dialisat yang menjadi kotor karena
mengandung zat racun dan sampah, lalu dialirkan keluar ke penampungan dialisat.
Difusi adalah peristiwa berpindahnya suatu zat dalam campuran, dari
bagian pekat ke bagian yang lebih encer. Difusi dapat terjadi bila ada
perbedaan kadar zat terlarut dalam darah dan dalam dialisat. Dialisat berisi
komponen seperti larutan garam dan glukosa yang dibutuhkan tubuh. Jika tubuh
kekurangan zat tersebut saat proses hemodialisis, maka difusi zat-zat tersebut
akan terjadi dari dialisat ke darah.
Ultrafiltrasi merupakan proses berpindahnya air dan zat terlarut karena
perbedaan tekanan
hidrostatis dalam darah dan dialisat. Tekanan darah yang lebih tinggi
dari dialisat memaksa air melewati selaput semipermeabel. Air mempunyai molekul
sangat kecil sehingga pergerakan air melewati selaput diikuti juga oleh zat
sampah dengan molekul kecil.
Kedua
peristiwa tersebut terjadi secara bersamaan. Setelah proses penyaringan dalam
dialiser selesai, maka akan didapatkan darah yang bersih. Darah itu kemudian
akan dialirkan kembali ke dalam tubuh.
Rata-rata tiap orang memerlukan waktu 9 hingga 12 jam dalam seminggu untuk menyaring seluruh
darah dalam tubuh. Tabi biasanya akan dibagi menjadi tiga kali pertemuan selama
seminggu, jadi 3 - 5 jam tiap penyaringan. Tapi hal ini tergantung juga pada
tingkat kerusakan ginjalnya.
Menurut PERNEFRI (2003) waktu atau lamanya hemodialisa
disesuaikan dengan kebutuhan individu. Tiap hemodialisa dilakukan 4–5 jam
dengan frekuensi 2 kali seminggu. Hemodialisa idealnya dilakukan 10–15
jam/minggu dengan QB 200–300 mL/menit. Sedangkan menurut Corwin (2000)
hemodialisa memerlukan waktu 3–5 jam dan dilakukan 3 kali seminggu. Pada akhir
interval 2–3 hari diantara hemodialisa, keseimbangan garam, air, dan pH sudah
tidak normal lagi. Hemodialisa ikut berperan menyebabkan anemia karena sebagian
sel darah merah rusak dalam proses hemodialisa. Price dan Wilson (1995)
menjelaskan bahwa dialisat pada suhu tubuh akan meningkatkan kecepatan difusi,
tetapi suhu yang terlalu tinggi menyebabkan hemolisis sel-sel darah merah
sehingga dapat menyebabkan pasien meninggal. Robekan pada membran dializer yang
mengakibatkan kebocoran kecil atau masif dapat dideteksi oleh fotosel pada
aliran keluar dialisat. Hemodialisa rumatan biasanya dilakukan tiga kali
seminggu, dan lama pengobatan berkisar dari 4 sampai 6 jam, tergantung dari
jenis sistem dialisa yang digunakan dan keadaan pasien.
Tujuan Hemodialis
Menurut Havens dan Terra (2005) tujuan dari pengobatan hemodialisa
antara lain :
1. Menggantikan fungsi ginjal dalam
fungsi ekskresi, yaitu membuang sisa-sisa metabolisme dalam tubuh, seperti
ureum, kreatinin, dan sisa metabolisme yang lain.
2. Menggantikan fungsi ginjal dalam
mengeluarkan cairan tubuh yang seharusnya dikeluarkan sebagai urin saat ginjal
sehat.
3. Meningkatkan kualitas hidup pasien
yang menderita penurunan fungsi ginjal.
4. Menggantikan fungsi ginjal sambil
menunggu program pengobatan yang lain.
2.4 Indikasi
dan
Kontraindikasi
1. Indikasi
Price dan Wilson (1995) menerangkan
bahwa tidak ada petunjuk yang jelas berdasarkan kadar kreatinin darah untuk
menentukan kapan pengobatan harus dimulai. Kebanyakan ahli ginjal mengambil
keputusan berdasarkan kesehatan penderita yang terus diikuti dengan cermat
sebagai penderita rawat jalan. Pengobatan biasanya dimulai apabila penderita
sudah tidak sanggup lagi bekerja purna waktu, menderita neuropati perifer atau
memperlihatkan gejala klinis lainnya. Pengobatan biasanya juga dapat dimulai
jika kadar kreatinin serum diatas 6 mg/100 ml pada pria , 4 mg/100 ml pada
wanita dan glomeluro filtration rate (GFR) kurang dari 4 ml/menit. Penderita
tidak boleh dibiarkan terus menerus berbaring ditempat tidur atau sakit berat
sampai kegiatan sehari-hari tidak dilakukan lagi.
Menurut konsensus Perhimpunan
Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) (2003) secara ideal semua pasien dengan Laju
Filtrasi Goal (LFG) kurang dari 15 mL/menit, LFG kurang dari 10 mL/menit dengan
gejala uremia/malnutrisi dan LFG kurang dari 5 mL/menit walaupun tanpa gejala
dapat menjalani dialisis. Selain indikasi tersebut juga disebutkan adanya
indikasi khusus yaitu apabila terdapat komplikasi akut seperti oedem paru,
hiperkalemia, asidosis metabolik berulang, dan nefropatik diabetik.
Kemudian Thiser dan Wilcox (1997)
menyebutkan bahwa hemodialisa biasanya dimulai ketika bersihan kreatinin
menurun dibawah 10 mL/menit, ini sebanding dengan kadar kreatinin serum 8–10
mg/dL. Pasien yang terdapat gejala-gejala uremia dan secara mental dapat
membahayakan dirinya juga dianjurkan dilakukan hemodialisa. Selanjutnya Thiser
dan Wilcox (1997) juga menyebutkan bahwa indikasi relatif dari hemodialisa
adalah azotemia simtomatis berupa ensefalopati, dan toksin yang dapat
didialisis. Sedangkan indikasi khusus adalah perikarditis uremia, hiperkalemia,
kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretik (oedem pulmonum), dan
asidosis yang tidak dapat diatasi.
2.
Kontra Indikasi
Menurut Thiser dan Wilcox (1997)
kontra indikasi dari hemodialisa adalah hipotensi yang tidak responsif terhadap
presor, penyakit stadium terminal, dan sindrom otak organik. Sedangkan menurut
PERNEFRI (2003) kontra indikasi dari hemodialisa adalah tidak mungkin
didapatkan akses vaskuler pada hemodialisa, akses vaskuler sulit, instabilitas
hemodinamik dan koagulasi. Kontra indikasi hemodialisa yang lain diantaranya
adalah penyakit alzheimer, demensia multi infark, sindrom hepatorenal, sirosis
hati lanjut dengan ensefalopati dan keganasan lanjut (PERNEFRI, 2003).
2.5
Komplikasi Hemodialisa
Menurut
Tisher dan Wilcox (1997) serta Havens dan Terra (2005) selama tindakan
hemodialisa sering sekali ditemukan komplikasi yang terjadi, antara lain :
1. Kram otot
Kram otot pada umumnya terjadi pada
separuh waktu berjalannya hemodialisa sampai mendekati waktu berakhirnya
hemodialisa. Kram otot seringkali terjadi pada ultrafiltrasi (penarikan cairan)
yang cepat dengan volume yang tinggi.
2. Hipotensi
Terjadinya hipotensi dimungkinkan
karena pemakaian dialisat asetat, rendahnya dialisat natrium, penyakit jantung
aterosklerotik, neuropati otonomik, dan kelebihan tambahan berat cairan.
3. Aritmia
Hipoksia, hipotensi, penghentian obat
antiaritmia selama dialisa, penurunan kalsium, magnesium, kalium, dan
bikarbonat serum yang cepat berpengaruh terhadap aritmia pada pasien
hemodialisa.
4.
Sindrom
ketidakseimbangan dialisa
Sindrom ketidakseimbangan dialisa
dipercaya secara primer dapat diakibatkan dari osmol-osmol lain dari otak dan
bersihan urea yang kurang cepat dibandingkan dari darah, yang mengakibatkan
suatu gradien osmotik diantara kompartemen-kompartemen ini. Gradien osmotik ini
menyebabkan perpindahan air ke dalam otak yang menyebabkan oedem serebri.
Sindrom ini tidak lazim dan biasanya terjadi pada pasien yang menjalani
hemodialisa pertama dengan azotemia berat.
5.
Hipoksemia
Hipoksemia selama hemodialisa
merupakan hal penting yang perlu dimonitor pada pasien yang mengalami gangguan
fungsi kardiopulmonar.
6.
Perdarahan
Uremia menyebabkan ganguan fungsi
trombosit. Fungsi trombosit dapat dinilai dengan mengukur waktu perdarahan.
Penggunaan heparin selama hemodialisa juga merupakan faktor risiko terjadinya
perdarahan.
7.
Ganguan
pencernaan
Gangguan pencernaan yang sering terjadi
adalah mual dan muntah yang disebabkan karena hipoglikemia. Gangguan pencernaan
sering disertai dengan sakit kepala.
8.
Infeksi
atau peradangan bisa terjadi pada akses vaskuler.
9.
Pembekuan
darah bisa disebabkan karena dosis pemberian heparin yang tidak adekuat ataupun
kecepatan putaran darah yang lambat.
2.6
Diet untuk Pasien Hemodialisa
Seseorang yang sudah mengalami gagal ginjal harus menjaga
pola makannya karena banyak makanan yang justru bisa memperparah kondisi
penyakitnya. Penderita sakit ginjal tidak bisa mengonsumsi buah dan sayur
sesukanya, dengan jumlah yang sama seperti orang sehat. Harus dipahami bahwa
ada sayur dan buah yang berpotensi memperparah kondisi kesehatan penderita.
Oleh karena itu, penderita gagal ginjal harus benar-benar mengetahui kandungan
buah dan sayur yang mereka konsumsi. “Penderita gagal ginjal sebaiknya mengurangi
konsumsi buah-buahan karena sebagian buah-buahan berkadar Kalium (potassium)
tinggi,” ujar dokter Dian Novita Chandra, M.Gizi, Staf Departemen Ilmu
Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia kepada Warta Kota belum
lama ini.
Kadar kalium yang sangat tinggi (hiperkalemia) dapat
menyebabkan irama jantung terganggu. Penderita harus bisa membatasi jumlah
konsumsi buah setiap harinya. Misalnya buah apel, penderita ginjal hanya bisa
mengonsumsi setengahnya saja. Namun yang juga harus diingat, jika kondisi
penderita ginjal sudah tidak bisa lagi berkermh, maka sebaiknya hentikan
konsumsi buah dan sayur hingga lancar berkemih.
Sementara itu, bagi penderita yang belum menjalani cuci
darah. dianjurkan untuk melakukan diet rendah protein 40-45 gram/hari. Hal ini
tentunya tergantung fungsi ginjal penderita yang dapat diketahui dengan
pemeriksaan laboratorium. Jika fungsi ginjal kurang dari 15 persen, maka pertu
melakukan cuci darah.
Lain lagi pada
penderita gagal ginjal yang sudah lama alias menahun atau kronis. Penderita
gagal ginjal kronis harus menjalani diet ketat dengan beberapa tujuan yaitu
untuk mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh dan untuk menjaga
agar penderita dapat beraktivitas seperti orang normal. Prinsip diet
bagi penderita
gagal ginjal kronis adalah:
1.
Diet lunak atau biasa.
2.
Sebagai sumber karbohidrat: gula pasir, selai,
sirup, dan permen.
3.
Cukup energi dan
rendah protein
4.
Sebagai sumber
protein, diutamakan protein hewani, misalnya: susu, sapi, daging, dan ikan.
Banyaknya sesuai dengan kegagalan fungsi ginjal penderita.
5.
Sebagai sumber
lemak, diutamakan lemak tidak jenuh, dengan kebutuhan sekitar 25 persen dari
total energi yang diperlukan.
6.
Untuk kebutuhan air,
dianjurkan sesuai dengan jumlah urine 24 jam; sekitar 500 mililiter melalui
minuman dan makanan.
7.
Untuk kebutuhan
kalium dan natrium dengan keadaan penderita.
8.
Untuk kebutuhan
kalori, sekitar 35 Kkal/Kg berat badan/hari.
9.
Membatasi asupan
garam dapur jika ada hipertensi(darah tinggi) atau edema (bengkak).
10.
Dianjurkan juga
mengonsumsi agar-agar karena selain mengandung sumber energi juga mengandung
serat yang larut.
Makanan yang sebaiknya dibatasi bagi penderita gagal ginjal kronik antara lain:
1.
Sumber karbohidrat seperti: nasi, jagung,
kentang, makaroni, pasta, hevermout, ubi.
2.
Protein hewani,
seperti: daging kambing, ayam, ikan, hati, keju, udang, telur.
3.
Sayuran dan
buah-buahan tinggi kalium, seperti: apel, alpukat, jeruk, pisang, pepaya dan
daun pepaya, seledri, kembang kol, peterseli, buncis.
2.7
Pentingnya Diit pada Pasien Hemodialisis
Diet
merupakan faktor penting bagi pasien yang menjalani hemodialisa mengingat
adanya efek uremia. Apabila ginjal tidak
mampu mengekskresikan produk akhir metabolisme, substansiyang
bersifat asam ini akan menumpuk dalam serum pasien dan bekerja sebagai racun.
Gejala yang terjadi akibat penumpukan
tersebut secara kolektif dikenal dengan gejala uremik dan akanmempengaruhi
setiap sistem tubuh. Lebih banyak toksin yang menumpuk, lebih berat gejala yang timbul.
Diet rendah protein akan mengurangi penumpukan limbah nitrogen dan dengan demikian
meminimalkan gejala. Penumpukan
cairan juga dapat terjadi dan dapat mengakibatkan gagal jantung kongestifserta
edema paru. Dengan demikian pembatasan cairan juga merupakan bagian dari resep
diet untuk pasien ini. Dengan penggunaan hemodialisa yang efektif, asupan
makanan pasien dapat diperbaiki meskipun biasanya memerlukan beberapa
penyesuaian atau pembatasan pada asupan protein, natrium, kalium dan cairan.
2.7.1 Masalah cairan
Pembatasan asupan
cairan sampai 1 liter perhari sangat penting karena meminimalkna risiko
kelebihan cairan antar sesi hemodialisa. Jmlah cairan yang tidak seimbang dapat
menyebabkan terjadinya edema paru ataupun hipertensi pada 2-3 orang pasien
hemodialisa. Ketidakseimbangan cairan juga dapat menyebabkan terjadinya
hipertropi pada ventrikel kiri. Beberapa laporan menyatakan bahwa pembatasan cairan pada pasien hemodialisa sangatdipengaruhi oleh perubahan musim dan masa-masa
tertentu dalam hidupnya. Seperti penelitian Argiles (2004) menyatakan bahwa asupan cairan pasien akan sangat tidak terkontrol pada
musim panas karena pada musim panas
merangsang rasa. Jumlah asupan cairan pasien baik cairan yang
diminum langsung ataupun yang dikandung oleh makanan dapat dikaji secara langsung dengan mengukur kenaikan berat badan antar sesihemodialisa (Interdialytic weight gain/IDWG)
(Welch, 2006). IDWG adalah peningkatan berat badan antar hemodialisa yang paling utama dihasilkan oleh asupan
garam dan cairan. Secara teori,
konsekuensi dari asupan tersebut terdiri atas dua bagian yaitu:
·
on the one hand
yang artinya asupan air dan salin dapat bekerja sama
dengan kalori dan protein dalam makanan, yang akan disatukan untuk memperoleh status nutrisi yang
lebih baik.
·
on the other hand
asupan air dan garam dapat menimbulkan peningkatan
cairan tubuh. Yang menjadi kunci untuk kejadian hipertensi dan hipertropi ventrikel kiri (Villaverde, 2005). IDWG yang dapatditoleransi oleh tubuh adalah
tidak lebih dari 1,0-1,5 kg (Lewis et al., 1998) atau tidak lebih dari3 % dari
berat kering (Fisher, 2006).
Berat kering adalah berat tubuh tanpa adanya kelebihan
cairan yang menumpuk diantara dua terapi hemodialisa. Berat kering ini dapat
disamakan dengan berat badan orang dengan ginjal sehat setelah buang air kecil.
Berat kering adalah berat terendah yang dapat ditoleransi
oleh pasien sesaat setelah terapi dialysis tanpa menyebabkan timbulnya gejala turunnya tekanan
darah, kram atau gejala lainnya yang merupakan indikasi terlalu banyak cairan
dibuang. Berat kering ditentukan oleh dokter dengan mempertimbangkan masukan
dari pasien. Dokter akan menentukan berat kering dengan mempertimbangkan
kondisi pasien sebagai berikut : tekanan darah normal, tidak adanya edema
atau pembengkakan, tidak adanya indikasi kelebihan cairansaat
pemeriksaan paru – paru, tidak ada indikasi sesak nafas. Dengan demikian
pembatasancairan juga merupakan bagian dari resep diet untuk pasien ini. Cairan
dibatasi, yaitu denganmenjumlahkan
urin/24jam ditambah 500-750 ml (Almatsier, 2004). Urin 24 jam ditambah 500-700
ml adalah jumlah cairan yang dapat dikonsumsi pasien dan masih dapat
ditoleransi olehginjal pasien.
2.7.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan
Penderita Gagak Ginjal Kronik Yang Menjalani
Hemodialisis Dalam Mengurangi Asupan Cairan
Faktor usia Pendapat Dunbar & Waszak (1990) yang menunjukkan
bahwa ketaatan terhadapaturan pengobatan
pada anak-anak dan remaja merupakan persoalan yang sama dengan ketaatan pada
pasien dewasa. Pada penelitian ini didapat penderita yang patuh rata-rara usia
52 tahun
dan penderita yang tidak patuh rata-rata usia 46 tahun,
ini bukan berarti usia lebih tua cenderung patuh
dan sebaliknya usia lebih muda cenderung tidak patuh. Pendidikan penderita
yang patuh74,3% untuk pendidikan SMA keatas ternyata lebih tinggi dibandingkan
dengan pendidikan pada penderita yang tidak patuh.
Faktor lama menjalani HD
Semakin lama pasien menjalaniHD
adaptasi pasien semakin baik karena pasien telah mendapat pendidikan kesehatan
atauinformasi yang diperlukan semakin banyak dari petugas kesehatan. Hal ini didukung oleh pernyataan bahwa
semakin lama pasien menjalani HD, semakin patuh dan pasien yang tidak patuh cenderung merupakan pasien yang belum lama menjalani HD, karena pasien sudah
mencapai tahap accepted (menerima) dengan adanya pendidikan kesehatan dari petugas
kesehatan.
Faktor Keterlibatan tenaga
kesehatan.
Keterlibatan tenaga kesehatan sangat diperlukan oleh pasien dalam hal sebagai pemberi pelayanan kesehatan, penerimaan informasi bagi
pasien dan keluarga, serta rencana pengobatanselanjutnya.
Faktor keterlibatan keluarga
pasien
Pada penderita yang patuh lebih mempunyai kepercayaan pada kemampuannya
sendiri untuk mengendalikan aspek permasalahan yang sedang dialami, ini
dikarenakan individu memilikifaktor internal yang lebih dominan seperti
tingkat pendidikan yang tinggi, pengalamanyang pernah dialami, dan konsep diri yang baik akan membuat individu lebih dapat mengambil
keputusan yang tepat dalam mengambil mengambil tindakan, sementara keterlibatankeluargadapat diartikan sebagai suatu bentuk hubungan sosial yang bersifat menolong denganmelibatkan aspek
perhatian, bantuan dan penilaian dari keluarga. Schwarzt and
Griffin (1995),mengatakan perilaku
kepatuhan tergantung pada situasi klinis spesifik, sifat alam penyakit, dan program pengobatan. Berbeda dengan pernyataan Baekeland & Luddwall (1975) bahwa
keluarga juga merupakan faktor yang berpengaruh dalam
menentukan program pengobatan pada pasien, derajat dimana seseorang terisolasi dari pendampingan orang lain, isolasi sosialsecara negatif berhubungan dengan kepatuhan
2.7.3 Macam-macam diit
pada pasien hemodialisis
Unsur-unsur gizi (nutrient) yang memiliki makna khusus dalam pengobatan conventional
yangdapat digunakan sebagai terapi
pendamping sudah harus dilaksanakan dan memerlukan pemantauanketat.
1. Cairan dan Natrium
Gejala pertama pada keadaan
gagal ginjal menahun adalah ketidakmampuan nefron yang masih berfungsi itu untuk meningkatkan filtarat
glomelurus secara baik dan mengatur eksresi natriumkedalam air seni, dengan semakin parahnya kegagalan ginjal dan menurunnya glomerulus(GFR)
hingga 10 % atau kurang dari nilai normlnya, maka produksi air seni akan
menjadisedikit sehingga masukan air dan natrium dalam jumlah yang lazim tidak dapat ditolerir.Kebutuhan penderita akan air dapat ditentukan lewat pengukuran jumlah air seni yangdikeluarkan
selama 24 jam dengan memakai gelas silinder dan ditambah air 500 ml, ini akanmenganti jumlah kehilangan air yang hilang dari
dalam tubuh (volume urine + 500 ml).
2. Natrium
Natrium perlu dibatasi karena natrium
diperlukan di dalam tubuh
walaupun faal ginjal sudahmenurun. Hal ini penting
bila terdapat hipertensi, edema dan bendungan paru- paru. Parameter
yang digunakan untuk menilai kecukupan natrium adalah berat badan, kadar Na
urine, serumdan laju filtrasi glomerulus. Pemberian natrium harus diberikan
dalam jumlah maksimal yangdapat ditolerir
dengan tujuan untuk mempertahankan volume cairan ekstraseluler
terkendalinyaasupan natrium yang ditandai nya terkontrolnya tekanan darah dan
pembengkakan (oedema).
3.Protein
Asupan protein disesuaikan dengan derajat ganguan fungsi ginjal/ laju filtrasi glomeruluskurang dari 25%, berdasarkan berbagai hasil- hasil
penelitian di dapatkan bahwa pada GGK
di perlukan peranan asupan protein
sampai 0,5-0,6 gr/kg BB/hari, rata- rata 0,5
gr / kg BB/ hariagar
tercapai keseimbangan metabolisme protein yangoptimal. Dari protein 0,5
gr/kg BB/hari ini hendaknya diusahakan sekurang-kurangnya 60%atau
0,35 gr/kg BB/ hari berupa proteindengan nilai biologik tinggi. Protein dengan nilai biologik tinggi adalah protein dengan susunan asam amino yang menyerupai aturan aminoessensial dan pada umumnya berasal dari protein hewani
(susu, telur, ikan, unggas, daging tidak berlemak).
4. Kalium
Kalium jarang meningkat pada
GGK, bila terjadi hiperkalemia maka biasanya berkaitan denganoliguri ( berkurangnya volume urine/, keadaan metabolic, obat- obatan yang mengandungkalium. Kadar kalium dalam dalam serum harus dijaga
dalam suatu kisaran yang sempit yaitu3,5
hingga 5 Eq/I untuk mencegah timbulnya kegawatan jantung karena hiperkalmia.
5. Kalori/ Energi
Asupan energi kebanyakan
penderita GGK menunjukkan kurang gizi, hal ini disebabkan oleh berbagaifactor metabolisme dan kurangnya asupan kalori. Kalori
cukup tinggi di hasilkan darisumber karbohidrat dan lemak merupakan hal yang
penting bagi penderita kronik pembatasan masukan protein yang diperlukan untuk memperbaiki keseimbangannitrogen, guna mencegah oksidasi protein. Untuk memproduksi energi disarankanmasukan
kalori paling sedikit 35kkal/kg BB/hari, kebutuhan asupan kalori penderitaGGK yang stabil adalah 35 kkal/kg BB/hari.
Kebutuhan kalori harus dipenuhi guna
mencegah terjadinya pembakaran proteintubuh dan merangsang pengeluaran insulin.
6. Lemak
Lemak terbatas, diutamakan pengguna lemak tak jenuh
ganda. Lemak normal untuk pasiendialisis
15-30 % dari kebutuhan energi total.7. VitaminDefisiensi asam folat,
piridoksin dan vitamin C dapat terjadi sehingga perlu suplemen
vitamintersebut. diantaranya vitamin larut lemak, kadar
vitamin A meningkat sehingga harus dihindari pemberian vitamin A
pada GGK. Vitamin E dan K tidak membutuhkan suplementasi.
2.7.4 Tujuan Diet Penyakit Ginjal Kronik
1.Mencapai dan mempertahankan status gizi
optimal dengan memperhitungkan sisa fungsiginjal, agar tidak memberatkan
kerja ginjal.2.Mencegah dan
menurunkan kadar ureum darah yang tinggi (uremia).3.Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit.4.Mencegah
atau mengurangi progresifitas gagal ginjal, dengan
memperlambat turunnya lajufiltrasi
glomerulus (Almatsier, 2006). Pada penderita GGK sering terjadi mual, muntah,
anoreksia, dan gangguan lain yang menyebabkanasupan gizi tidak adekuat/tidak
mencukupi. Syarat Pemberian Diet pada Gagal Ginjal Kronik Syarat pemberian
diet pada gagal ginjal kronik adalah (Almatsier 2006):
1.Energi cukup, yaitu 35 kkal/kg BB.
2.Protein rendah, yaitu 0,6 – 0,75 gr/kg BB. Sebagian harus bernilai
biologik tinggi.
3.Lemak cukup, yaitu 20-30% dari kebutuhan
total energi, diutamakan lemak tidak jenuhganda.
4.Karbohidrat cukup, yaitu : kebutuhan
energi total dikurangi yang berasal dari protein danlemak.
5.Natrium dibatsi apabila ada hipertensi, edema, acites,
oliguria, atau anuria, banyak natriumyang
diberikan antara 1-3 g.
6.Kalium dibatasi (60-70 mEq) apabila ada hiperkalemia (kalium darah
> 5,5 mEq), oliguria,atau anuria.
7.Cairan dibatasi yaitu sebanyak jumlah urine
sehari ditambah dengan pengeluaran cairanmelalui keringat dan pernapasan
(±500 ml).
8.Vitamin cukup, bila perlu berikan suplemen
piridoksin, asam folat, vitamin C, vitamin D.
9.Ada tiga jenis diet yang diberikan menurut berat badan pasien, yaitu
:
·
Diet Protein Rendah I : 30 gr protein diberikan kepada
pasien dengan berat badan 50 kg.
·
Diet Protein Rendah II : 35 gr protein diberikan
kepada pasien dengan berat badan 60 kg.
·
Diet Protein Rendah III : 40 gr protein diberikan
kepada pasien dengan berat badan 65 kg.Karena kebutuhan gizi pasien penyakit ginjal kronik
sangat bergantung pada keadaan dan berat badan perorangan, maka
jumlah protein yang diberikan dapat lebih tinggi atau lebih rendah
daripadastandar. Untuk protein dapat
ditingkatkan dengan memberikan asam amino esensial murni.
2.7.5 Menu diit yang dianjurkan
Pola Konsumsi Makanan Penderita Gagal
Ginjal Yang Menjalani Hemodialisa
Pola konsumsi makanan
merupakan gambaran mengenai jumlah jenis dan frekuensi bahan makananyang dikonsumsi seseorang sehari-hari dan merupakan
ciri khas pada suatu kelompok masyarakattertentu. Konsumsi pangan merupakan
faktor utama untuk memenuhi kebutuhan gizi seseorang(Harper, 1985). Sedangkan
menurut Suharjo (1996), pola konsumsi pangan adalah cara seseorangatau
sekelompok orang dalam memilih makanan sebagai tanggapan terhadap pengaruh
fisiologis, psikologis, kebudayaan, dan sosial. Pengaturan diet atau makanan pada gagal ginjal sangat berpengaruh bagi
penyakit ginjal.
Contoh susunan bahan makanan sehari untuk pasien gagal ginjal yang
menjalani hemodialis
Waktu
|
Bahan makanan
|
berat
|
URT
|
Pagi
|
Beras
|
75 gr
|
1 gelas tim
|
|
Telur
|
50 gr
|
1 butir
|
|
Mezena
|
20 gr
|
4 sdm
|
|
Sayuran
|
50 gr
|
¾ gelas
|
|
Gula pasir
|
20 gr
|
2 sdm
|
|
Minyak
|
10 gr
|
1 sdm
|
|
Tepung susu whole
|
10 gr
|
2 sdm
|
Pukul
|
Maizena
|
10 gr
|
2 sdm
|
10.00
|
Gula pasir
|
20 gr
|
2 sdm
|
|
Minyak
|
10 gr
|
1 sdm
|
|
Beras
|
75 gr
|
1 gelas tim
|
|
Daging
|
25 gr
|
1 potong kecil
|
|
Telur
|
25 gr
|
½ butir
|
Siang
|
Sayuran
|
75 gr
|
¾ gelas
|
|
Buah
|
100gr
|
1 potong pepaya
|
|
Minyak
|
10 gr
|
1 sdm
|
|
gula pasir
|
10 gr
|
1 sdm
|
Pukul 16.00
|
Maizena
|
10 gr
|
1 sdm
|
|
Gula pasir
|
20 gr
|
2 sdm
|
|
Minyak
|
10 gr
|
1 sdm
|
Sore
|
Beras
|
75 gr
|
1 gelas tim
|
|
Daging
|
25 gr
|
1 potong kecil
|
|
Telur
|
25 gr
|
½ butir
|
|
Sayuran
|
75 gr
|
¾ gelas
|
|
Buah
|
100 gr
|
1 potong papaya
|
|
Minyak
|
10 gr
|
1 sdm
|
|
Gula pasir
|
10 gr
|
1 sdm
|
Pukul 21.00
|
Tepung susu whole
|
20 gr
|
4 sdm
|
Gula pasir
|
20 gr
|
4 sdm
|
Sumber : Poli gizi RSUD dr. Pringadi Medan 2009
Dimana energi = 2000 kal; protein
40 gr;diet rendah protein rendah garam
Pagi
|
|
Siang
|
|
Malam
|
|
< 10.00
|
10.00
|
< 16.00
|
16.00
|
< 20.00
|
20.00
|
Nasi
Telur ceplok
Tumis labu siam
Susu
|
Kue talam
Teh manis
|
Nasi
Ikan panggang
Cah sayur
Papaya
Teh manis
|
Agar-agar
Teh manis
|
Nasi
Daging bistik
Sup sayur
Papaya
Teh manis
|
susu
|
Pada Penderita ginjal kronik
hemodialisa demikian kompleks, dengan mengatur asupan energi, protein, dan beberapa mineral
seperti kalium, natrium, dan
air. Pengaturan diit sukar dipatuhioleh pasien sehingga
memberikan dampak terhadap status gizi dan kualitas hidup penderita (Sidabutar, 1992).
DAFTAR
PUSTAKA
Brunner & sunddarth.2001.Buku Ajar
Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC
Rendi, clevo M. 2012. Asuhan Keperawatan Medikah
Bedah Dan Penyakit Dalam. Jogjakarta:Noha Medika
http://b11nk.wordpress.com/hemodialisa/
jam 19.35
http://www.minuman-sehat.com/penyakit-dan-obatnya/obat-untuk-ginjal/diet-bagi-penderita-gagal-ginjal.html
Di unduh hari senin jam 21.00
http://www.scribd.com/doc/94003823/Sap
Diunduh Hari senin Jam 24.00
Tidak ada komentar:
Posting Komentar