PUSKESMAS
3.1Definisi
dan Fungsi Puskesmas
a. Definisi
Puskesmas (Ilham Akhsanu Ridlo, 2008)
“Suatu unit organisasi yang bergerak dalam bidang pelayanan kesehatan yang
berada di garda terdepan dan mempunyai misi sebagai pusat pengembangan
pelayanan kesehatan, yang melaksanakan pembinaan dan pelayanan kesehatan secara
menyeluruh dan terpadu untuk masyarakat di suatu wilayah kerja tertentu yang
telah ditentukan secara mandiri dalam menentukan kegiatan pelayanan namun tidak
mencakup aspek pembiayaan”.
Puskesmas merupakan unit pelayanan kesehatan yang letaknya berada paling
dekat ditengah-tengah masyarakat dan mudah dijangkau dibandingkan dengan unit
pelayanan kesehatan lainya (Rumah Sakit Swasta maupun Negeri). Fungsi Puskesmas
adalah mengembangkan pelayanan kesehatan yang menyeluruh seiring dengan
misinya. Pelayanan kesehatan tersebut harus bersifat menyeluruh atau yang
disebut dengan Comprehensive Health Care Service yang meliputi aspek
promotive, preventif, curative, dan rehabilitatif. Prioritas yang harus
dikembangkan oleh Puskesmas harus diarahkan ke bentuk pelayanan kesehatan dasar
(basic health care services) yang lebih mengedepankan upaya promosi dan
pencegahan (public health service).
Seiring dengan semangat otonomi daerah, maka Puskesmas dituntut untuk
mandiri dalam menentukan kegiatan pelayanannya yang akan dilaksanakan. Tetapi
pembiayaannya tetap didukung oleh pemerintah. Sebagai organisasi pelayanan
mandiri, kewenangan yang dimiliki Puskesmas juga meliputi : kewenangan
merencanakan kegiatan sesuai masalah kesehatan di wilayahnya, kewenangan menentukan
kegiatan yang termasuk public goods atau private goods serta kewenangan
menentukan target kegiatan sesuai kondisi geografi Puskesmas. Jumlah kegiatan
pokok Puskesmas diserahkan pada tiap Puskesmas sesuai kebutuhan masyarakat dan
kemampuan sumber daya yang dimiliki, namun Puskesmas tetap melaksanakan
kegiatan pelayanan dasar yang menjadi kesepakatan nasional.
Jadi, yang harus diketahui adalah bahwa peran Puskesmas adalah sebagai
ujung tombak dalam mewujudkan kesehatan nasional secara komprehensif, tidak sebatas
aspek kuratif dan rehabilitatif saja seperti di Rumah Sakit.
LEVEL
PELAYANAN KESEHATAN
RS Provinsi
RS Kabupaten
Puskesmas Kecamatan
Puskesmas Kelurahan
Posyandu
b. Fungsi Puskesmas (Ilham
Akhsanu Ridlo, 2008)
1. Sebagai Pusat Pembangunan Kesehatan Masyarakat di
wilayah kerjanya.
2. Membina peran serta masyarakat di wilayah
kerjanya dalam rangka meningkatkan
kemampuan
untuk hidup sehat
2.
Memberikan pelayanan kesehatan secara
menyeluruh dan terpadu kepada
masyarakat
di wilayah kerjanya.
Proses
dalam melaksanakan fungsinya, dilaksanakan dengan cara:
a.
Merangsang masyarakat termasuk swasta untuk
melaksanakan kegiatan dalam
rangka
menolong dirinya sendiri.
b.
Memberikan petunjuk kepada masyarakat
tentang bagaimana menggali dan
menggunakan
sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien.
c.
Memberikan bantuan yang bersifat
bimbingan teknis materi dan rujukan medis
maupun
rujukan kesehatan kepada masyarakat dengan ketentuan bantuan tersebut tidak menimbulkan
ketergantungan.
d. Memberikan pelayanan kesehatan langsung
kepada masyarakat.
e. Bekerja sama dengan sektor-sektor yang bersangkutan
dalam melaksanakan
program
3.2Penyelenggaraan
Pelayanan Kesehatan oleh Puskesmas
Visi dan misi Puskesmas di Indonesia
merujuk pada program Indonesia Sehat 2010. Hal ini dapat kita lihat pula dalam
SPM (Standar Pelayanan Minimal). Standar Pelayanan Minimal adalah suatu standar
dengan batas-batas tertentu untuk mengukur kinerja penyelenggaraan kewenangan
wajib daerah yang berkaitan dengan pelayanan dasar kepada masyarakat yang
mencakup : jenis pelayanan, indikator, dan nilai (benchmark). Pelaksanaan
Urusan Wajib dan Standar Pelayanan Minimal (UW-SPM) diatur dalam Surat
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1457/MENKES/SK/X/2003 dibedakan atas : UW-SPM yang wajib
diselenggarakan oleh seluruh kabupaten-kota di seluruh Indonesia dan UW-SPM
spesifik yang hanya diselenggarakan oleh kabupaten-kota tertentu sesuai keadaan
setempat. UW-SPM wajib meliputi penyelenggaraan pelayanan kesehatan dasar,
penyelenggaraan perbaikan gizi masyarakat, penyelenggaraan pemberantasan
penyakit menular, penyelenggaraan promosi kesehatan, dll. Sedangkan UW-SPM
spesifik meliputi pelayanan kesehatan kerja, pencegahan dan pemberantasan
penyakit malaria, dll. Hal ini diperkuat dengan Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia No. 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standard
Pelayanan Minimal.
RANCANGAN KEWENANGAN WAJIB DAN STANDARD PELAYANAN MINIMAL
Kewenangan Wajib
|
Jenis Pelayanan
|
1. Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Dasar
|
ð Pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir
ð Pelayanan kesehatan bayi dan anak pra sekolah
ð Pelayanan kesehatan anak usia sekolah dan remaja
ð Pelayanan kesehatan usia subur
ð Pelayanan kesehatan usia lanjut
ð Pelayanan imunisasi
ð Pelayanan kesehatan jiwa masyarakat
ð Pelayanan pengobatan / perawatan
|
2. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan rujukan dan penunjang
|
ð Pelayanan kesehatan dengan 4 kompetensi dasar (kebidanan, bedah,
penyakit dalam, anak)
ð Pelayanan kesehatan darurat
ð Pelayanan laboratorium kesehatan yang mendukung upaya kesehatan
perorangan dan kesehatan masyarakat
ð Penyediaan pembiayaan dan jaminan kesehatan
|
3. Penyelenggaraan pemberantasan penyakit menular
|
ð Penyelenggaraan penyelidikan epidemiologi dan penanggulangan
Kejadian Luar Biasa (KLB)
ð Pencegahan dan pemberantasan penyakit polio
ð Pencegahan dan pemberantasan penyakit TB paru
ð Pencegahan dan pemberantasan penyakit malaria
ð Pencegahan dan pemberantasan penyakit kusta
ð Pencegahan dan pemberantasan penyakit ISPA
ð Pencegahan dan pemberantasan penyakit HIV-AIDS
ð Pencegahan dan pemberantasan penyakit DBD
ð Pencegahan dan pemberantasan penyakit diare
ð Pencegahan dan pemberantasan penyakit fliariasis
|
4. Penyelenggaraan perbaikan gizi masyarakat
|
ð Pemantauan pertumbuhan balita
ð Pemberian suplemen gizi
ð Pelayanan gizi
ð Penyuluhan gizi seimbang
ð Penyelenggaraan kewaspadaan gizi
|
5. Penyelenggaraan promosi kesehatan
|
ð Penyuluhan prilaku sehat
ð Penyuluhan pemberdayaan masyarakat dalam upaya kesehatan
|
6. Penyelenggaraan kesehatan lingkungan dan sanitasi dasar
|
ð Pemeliharaan kualitas lingkungan fisik, kimia, biologi
ð Pengendalian vektor
ð Pelayanan hygiene sanitasi di tempat umum
|
7. Pencegahan dan penanggulangan penyalahgunaan narkotika,
psikotropika dan zat adiktif lain
|
ð Penyuluhan P3 NAPZA (Pencegahan dan Penanggulangan
Penyalahgunaan NAPZA) yang berbasis masyarakat
|
8. Penyelenggaraan pelayanan kefarmasian dan pengamanan sediaan
farmasi, alat kesehatan serta makanan dan minuman
|
ð Penyediaan obat dan perbekalan kesehatan untuk pelayanan
kesehatan dasar
ð Penyediaan dan pemerataan pelayanan kefarmasian di saranan
pelayanan kesehatan
ð Pelayanan pengamanan farmasi alat kesehatan
|
Program Pokok Puskesmas
Kegiatan
pokok Puskesmas dilaksanakan sesuai kemampuan tenaga maupun fasilitasnya, karenanya
kegiatan pokok di setiap Puskesmas dapat berbeda-beda. Namun demikian kegiatan
pokok Puskesmas yang lazim dan seharusnya dilaksanakan adalah sebagai berikut :
1.
Kesejahteraan ibu dan Anak ( KIA )
2.
Keluarga Berencana
3.
Usaha Peningkatan Gizi
4.
Kesehatan Lingkungan
5.
Pemberantasan Penyakit Menular
6.
Upaya Pengobatan termasuk Pelayanan Darurat Kecelakaan
7.
Penyuluhan Kesehatan Masyarakat
8.
Usaha Kesehatan Sekolah
9.
Kesehatan Olah Raga
10.
Perawatan Kesehatan Masyarakat
11.
Usaha Kesehatan Kerja
12.
Usaha Kesehatan Gigi dan Mulut
13.
Usaha Kesehatan Jiwa
14.
Kesehatan Mata
15.
Laboratorium ( diupayakan tidak lagi sederhana )
16.
Pencatatan dan Pelaporan Sistem Informasi Kesehatan
17.
Kesehatan Usia Lanjut
18.
Pembinaan Pengobatan Tradisional
Pelaksanaan kegiatan pokok Puskesmas diarahkan
kepada keluarga sebagai satuan masyarakat terkecil. Karenanya, kegiatan pokok
Puskesmas ditujukan untuk kepentingan kesehatan keluarga sebagai bagian dari
masyarakat di wilayah kerjanya. Setiap kegiatan pokok Puskesmas dilaksanakan
dengan pendekatan Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa ( PKMD ). Disamping
penyelenggaraan usaha-usaha kegiatan pokok Puskesmas seperti tersebut di atas,
Puskesmas sewaktu-waktu dapat diminta untuk melaksanakan program kesehatan tertentu
oleh Pemerintah Pusat ( contoh: Pekan Imunisasi Nasional ). Dalam hal demikian,
baik petunjuk pelaksanaan maupun perbekalan akan diberikan oleh Pemerintah
Pusat bersama Pemerintah Daerah. Keadaan darurat mengenai kesehatan dapat
terjadi, misalnya karena timbulnya wabah penyakit menular atau bencana alam.
Untuk mengatasi kejadian darurat seperti di atas bisa mengurangi atau menunda
kegiatan lain.
Azas Penyelenggaraan Puskesmas Menurut Kepmenkes No 128 Tahun 2004
1.
Azas
pertanggungjawaban wilayah
a.
Puskesmas
bertanggung jawab meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang bertempat tinggal
di wilayah kerjanya.
b.
Dilakukan
kegiatan dalam gedung dan luar gedung
c. Ditunjang dengan puskesmas pembantu, Bidan di
desa, puskesmas keliling
2.
Azas
pemberdayaan masyarakat
a. Puskesmas harusmemberdayakan perorangan,
keluarga dan masyarakat agar berperan aktif dalam menyelenggarakan setiap upaya
Puskesmas
b. Potensi masyarakat perlu dihimpun
3.
Azas
keterpaduan
Setiap
upaya diselenggarakan secara terpadu
Keterpaduan lintas program
·
UKS : keterpaduan Promkes, Pengobatan, Kesehatan
Gigi, Kespro, Remaja, Kesehatan Jiwa
Keterpaduan lintassektoral
·
Upaya Perbaikan Gizi : keterpaduan sektor
kesehatan dengan camat, lurah/kades, pertanian, pendidikan, agama, dunia usaha,
koperasi, PKK
·
Upaya Promosi Kesehatan : keterpaduan sektor
kesehatan dengan camat, lurah/kades, pertanian, pendidikan, agama
4.
Azas
rujukan
Ø Rujukan medis/upaya kesehatan perorangan
· rujukan kasus
· bahan pemeriksaan
· ilmu pengetahuan
Ø Rujukan upaya kesehatan masyarakat
· rujukan sarana dan logistik
· rujukan tenaga
·
rujukan operasional
3.3
Masalah-Masalah yang Muncul di Lingkup Puskesmas
Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) merupakan
ujung tombak pelayanan kesehatan bagi masyarakat karena cukup efektif membantu
masyarakat dalam memberikan pertolongan pertama dengan standar pelayanan
kesehatan. Pelayanan kesehatan yang dikenal murah seharusnya menjadikan
Puskesmas sebagai tempat pelayanan kesehatan utama bagi masyarakat, namun pada
kenyataannya banyak masyarakat yang lebih memilih pelayanan kesehatan pada
dokter praktek swasta atau petugas kesehatan praktek lainnya. Kondisi ini
didasari oleh persepsi awal yang negatif dari masyarakat terhadap pelayanan
Puskesmas, misalnya anggapan bahwa mutu pelayanan yang terkesan seadanya,
artinya Puskesmas tidak cukup memadai dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat, baik dilihat dari sarana dan prasarananya maupun dari tenaga medis
atau anggaran yang digunakan untuk menunjang kegiatannya sehari-hari. Sehingga banyak
sekali pelayanan yang diberikan kepada masyarakat itu tidak sesuai dengan Standar
Operating Procedure (SOP) yang telah ditetapkan. Misalnya: sikap tidak disiplin
petugas medis pada unit pelayanan puskesmas Peudada, yang dikeluhkan
masyarakat. Mereka selalu diperlakukan kurang baik oleh para petugas medis yang
dinilai cenderung arogan, berdalih terbatasnya persediaan obat-obatan pada
puskesmas telah menyebabkan banyak diantara pasien terpaksa membeli obat pada
apotik. Di samping itu, ketika membawa salah seorang warga yang jatuh sakit
saat mengikuti kegiatan perkampungan pemuda, kemudian warga yang lain mengantarnya
ke Puskesmas Peudada, pasien itu tidak dilayani dengan baik bahkan mereka
(perawat-red) mengaku telah kehabisan stok obat. Hal tersebut, tentu telah
merusak citra Puskesmas sebagai pemberi layanan kesehatan kepada masyarakat
yang dianggap dapat membantu dalam memberikan pertolongan pertama yang sesuai
dengan standar pelayanan kesehatan. Selain itu, tidak berjalannya tugas
edukatif di Puskesmas yang berkaitan dengan penyuluhan kesehatan yang sekaligus
berkaitan dengan tugas promotif. Menurut masyarakat, petugas puskesmas sangat
jarang berkunjung, kalaupun ada, yaitu ketika keluarga mempunyai masalah
kesehatan seperti anggota keluarga mengalami gizi buruk atau penderita TB. Berarti
tugas ini lebih untuk memberikan laporan dan kuratif dibanding upaya promotif. Kemudian,
perawat puskesmas biasanya aktif dalam BP, puskesmas keliling, dan puskesmas
pembantu. Jelas dalam tugas tersebut, perawat melakukan pemeriksaan pasien,
mendiagnosa pasien, melakukan pengobatan pada pasien dengan membuat resep pada
pasien. Namun, ketika melakukan tugas tersebut
tidak ada supervisi dari siapapun, khususnya penanggung jawab dalam
tindakan pengobatan/medis. Tenaga perawat seolah-olah tidak menghargai
kegiatan-kegitan formalnya sendiri, karena mungkin tugas kuratif lebih penting.
Hal ini berdampak kepada status kesehatan masyarakat, status gizi, penyakit
infeksi menular dan mungkin upaya kesehatan ibu dan anak tidak mendapatkan
porsi yang sesuai sehingga berdampak pada kondisi kesehatan masyarakat.
Kalaulah memang tugas tenaga kesehatan di Puskesmas lebih banyak ke arah
kuratif, maka Puskesmas menjadi unit dari pelayanan Rumah sakit karena Rumah Sakit
akan memiliki banyak sumber daya manusia dan fasilitas medik. Tapi kalaulah
Puskesmas ini menjadi lebih dominan dalam tugas promotif dan preventif maka
tugas eksekutif bagi perawat haruslah digiatkan, dan puskesmas menjadi bagian
dari unit Dinas kesehatan, atau bagian tersendiri yang memiliki otonomi yang
kuat dalam mengatur program-programnya, sedangkan Dinas kesehatan hanya sebagai
regulator, pemberi dana dan pengadaan petugas, untuk pelayanan kesehatan
masyarakat diberikan kepada Puskesmas, atau pelayanan kesehatan dapat ditenderkan
kepada pihak swasta. Tidak hanya hal-hal yang telah diungkapkan di atas, lebih
dari itu, masih ada permasalahan yang muncul di lingkup puskesmas, misalnya:
Jam kerja Puskesmas yang sangat singkat hanya sampai jam 14.00 WIB, kemampuan
keuangan daerah yang terbatas, puskesmas yang kurang memiliki otoritas untuk
memanfaatkan peluang yang ada, puskesmas belum terbiasa mengelola kegiatannya
secara mandiri, serta kurangnya kesejahteraan karyawan yang berpengaruh
terhadap motivasi dalam melaksanakan tugas di puskesmas
3.4 Faktor-Faktor
Penghambat Pelayanan Puskesmas
Dalam realitanya pelayanan Puskesmas sekarang banyak
memiliki masalah-masalah. Adapun masalah-masalah yang telah diungkapkan di atas
itu diakibatkan oleh faktor-faktor sebagai berikut: (Tjiptoherijanto dan Said
Zainal Abidin, 1993: 44-46)
Ø Faktor Internal
·
Pelaksanaan Manajemen
Pelaksanaan manajemen merupakan hal
penting yang menentukan dalam mencapai tujuan yang efisien dan efektif dari
tujuan Puskesmas. Dimana fungsi manajemen itu untuk planning, organaizing,
leading, dan controling. Pada kegiatan perencanaan setiap tahunnya sering kali
tidak berjalan sehingga kegiatan berjalan apa adanya sesuai kebiasaan yang
dianggap ‘baik/sudah biasa’. Bahkan terasa sekali bahwa tidak pernah adanya
upaya pengembangan. Serta tidak pernah terpikir untuk mempersoalkan kendali
mutu pelayanan yang disebabkan kurangnya pengetahuan, peralatan, dan perhatian
tersita pada upaya pengobatan. Dapat dikatakan bahwa kepala Puskesmas lebih
sibuk pada masalah-masalah manajerial daripada kasus-kasus klinik. Dapat
dikatakan juga bahwa kurangnya pengetahuan para Kepala Puskesmas dan rendahnya
disiplin/etos kerja staff, menjadikan unsur manajemen ini tidak berjalan. Tentu
hal ini menghambat kinerja Puskesmas untuk melayani masyarakat dalam bidang
kesehatan.
·
Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana merupakan
suatu aspek terpenting dalam mencapai target dari program-program Puskesmas.
Tetapi apa yang terjadi pada Puskesmas di Indonesia terkesan tidak diperhatian
oleh pemerintah dengan alasan wilayah geografis yang sulit untuk dijangkau,
sehingga sarana dan prasarana yang ada di dalam Puskesmas sangat terbatas, baik
berupa alat medis maupun obat-obatan. Hal ini terjadi akibat dari sumber
keuangan yang dimiliki Puskesmas terbatas sehingga mutu pelayanan puskesmas pun
menjadi rendah karena tidak sesuai dengan standart kesehatan.
·
Tenaga medis
Jumlah tenaga medis yang sangat
sedikit mengakibatkan ketidakmampuannya melaksanakan program dari Dinas
Kesehatan. Misalanya program Posyandu yang tidak tepat sasaran. Jumlah tenaga
medis sedikit karena insentif dari pemerintah daerah. Faktor kesejahteraan
pegawai memang hal penting karena berkaitan dengan satu-satunya pendapatan
resmi mereka adalah gaji. Untuk mencapai penyelenggaraan pelayanan kesehatan di
Puskesmas di perlukan pimpinan yang mau memotivasi pegawainya dengan cara
memenuhi kebutuhan hidupnya.
·
Sumber keuangan Puskesmas
Sumber keuangan dari pemerintah
pusat maupun daerah yang didapat tidak sebanding dengan pengeluaran operasional
Puskesmas sehingga biaya pelayanan Puskesmas pun mahal padahal sarana yang
terdapat di sana tidak sebanding dengan apa yang harus dibayar sehingga hal ini
berdampak kepada masyarakat untuk beralih pergi ke Rumah Sakit saja yang
fasilitas lebih baik daripada Puskesmas. Adapun sumber-sumber keuangan
Puskesmas sebagai berikut:
ð
Pemerintah
Sumber biaya
berasal dari Pemerintah Kabupaten yang dibedakan atas dana pembangunan dan dana
anggaran rutin. Dana ini diturunkan secara bertahap ke Puskesmas melalui Dinas
Kesehatan Kabupaten.
ð Retribusi
Retribusi
merupakan salah satu sumber pendapatan Puskesmas yang membiayai upaya kesehatan
perorangan yang pemanfaatanya dan besarnya ditentukan oleh Pemerintah Daerah.
ð PT. ASKES
Puskesmas
menerima dana dari PT. ASKES yang peruntukannya sebagai imbal jasa kepada
peserta ASKES yaitu Pegawai Negeri Sipil (PNS)
ð PT.
JAMSOSTEK
Puskesmas
menerima dana dari PT. JAMSOSTEK yang peruntukannya sebagai imbal jasa kepada
peserta JAMSOSTEK yaitu Pegawai / karyawan yang berada dibawah naungan Dinas
Tenaga Kerja.
ð BPP (Badan
Penyantun Puskesmas)
Dengan
memberdayakan potensi yang dimiliki masyarakat dalam rangka meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat.
Sumber-sumber
keuangan Puskesmas ini ternyata tidak dapat membiayai operasinal dari
program-program Puskesmas. Hal ini diakibatkan oleh beberapa faktor yaitu,
birokratisasi penyaluran keuangan dari pemerintah sampai ke Puskesmasnya dan rendahnya responsibilitas
pengelola manajemen Puskesmas.
·
Psiko-sosial antara tenaga medis dengan
penduduk
Perbedaan psiko-sosial antara
tenaga kesehatan yang ada di Puskesmas
dengan penduduk menimbulkan hambatan dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan
Puskesma.Tenaga-tenaga yang diperbantukan di Puskesmas biasanya terdiri dari orang-orang
terpelajar dan bukan berasal dari daerah tersebut, sehingga penduduk
menganggapnya sebagai orang asing. Apalagi jika bahasa yang digunakan adalah
bahasa yang tidak dimengerti oleh penduduk, maka akibatnya penduduk segan untuk
datang ke Puskesmas.
Ø Faktor Eksternal
·
Kondisi Geografis
Kondisi geografis Puskesmas umumnya
terletak pada daerah pelosok atau setingkat dengan kecamatan. Dimana kecamatan
tiap-tiap daerah memilki keadaan yang berbeda-beda dalam memenuhi kebutuhan
pelayanan kesehatan puskesmas. Memang ada kecamatan-kecamatan yang hanya dengan
satu Puskesmas sudah dapat menjangkau seluruh penduduk. Tetapi ada juga
puskesmas yang hanya dapat dijangkau oleh penduduk yang bermukim di dekatnya
karena penduduk yang lain bertempat tinggal jauh dari Puskesmas. Hal ini
terkait pada dana yang tidak cukup untuk menggunakan alat-alat transportasi
atau memang tempat tinggalnya terpencil sehingga penduduknya lebih senang
tinggal di rumahnya daripada pergi ke Puskesmas.
·
Pemerintah daerah
Peran Pemerintah Daerah yang
terkesan gagap ini terlihat atas pemahaman pembangunan kesehatan yang
setengah-setengah dari pihak legslatif dan eksekutif yang tercermin dari
dijadikannya pelayanan kesehatan sebagai tulang punggung pendapatan daerah. Ini
berarti orang sakit dijadikan tualng punggung pendapatan daerah. Padahal upaya
menyehatkan masyarakat sejatinya termaktub dalam hakikat dan semangat UU. No.22
dan UU No. 25 tahun 1999 yang pada intinya adalah untuk meningkatkan kualitas
pelayanan publik dan mengembangkan demokrasi menuju peningkatan kesejahteraan
rakyat. Disamping itu alokasi anggaran kesehatan berbagai daerah mencerminkan
kurangnya perhatian terhadap investasi hak-hak dasar pembangunan manusia
diantaranya pelayanan kesehatan dasar.
·
Keadaan Ekonomi Penduduk
Keadaan ekonomi penduduk memberikan
andil dalam sulitnya mengupayakan pelayanan kesehatan pada masyarakat. Jumlah
warga negara Indonesia mayoritas bermata pencarian petani dan nelayan yang mana
kondisi ekonominya kurang memadai. Walaupun ada ketentuan yang memperbolehkan
mereka yang tidak mampu untuk tidak usah membayar retribusi di Puskesmas, namun
kenyataannya orang-orang yang demikian justru enggan datang ke Puskesmas.
·
Kondisi Pendidikan Penduduk
Masalah pendidikan penduduk juga
berperan dalam menghambat pelayanan yang dihadapi oleh Puskesmas sebagai pusat
pelayanan kesehatan pada tingkat pertama, karena pada umumnya pendidikan
masyarakat desa masih rendah, maka pola pikir mereka sangat sederhana dan
kurang atau bahkan belum paham akan arti kesehatan. Mereka cenderung mengikuti
sifat-sifat tradisional yang sejak dulu dipegang oleh masyarakat dan
lingkungannya.
Hal ini menunjukkan bahwa
masyarakat Indonesia memiliki tingkat pendidikan yang rendah yang mana sebagian
besar penduduk Indonesia lulusan SD terutama di daerah pelosok-pelosok
Indonesia, sehingga hal berdampak pada rendahnya partisipasi masyarakat dalam
mewujudkan masyarakat Indonesia sehat terutama pada lembaga Puskesmas yang
letaknya dekat dengan masyarakat tersebut.
Selain itu juga disebabkan Rumah Sakit lebih baik sarana dan
prasarananya, padahal Puskesmas merupakan pelayanan kesehatan yang paling dasar
dalam lingkungan masyarakat setempat.
·
Dinas Kesehatan
Dinas Kesehatan yang berada di
Propinsi bekerja pada aspek melayani penyembuhan penyakit yang sudah diderita
oleh penduduk dibandingkan dengan melayani obat-obatan yang dapat digunakan
sebagai upaya pencegahan timbulnya suatu penyakit pada penduduk. Dengan kata
lain pelayanan kesehatan Puskesmas lebih banyak ditekankan pada tindakan
kuratif dibandingkan pada tindakan preventif apalagi promotif. Selain itu Dinas Kesehatan juga kurang melakukan
koordinasi dan pengawasan terhadap pelaksanaan program-program Puskesmas yang
sudah ada sehingga tidak terwujudnya pelayanan kesehatan di tingkat basis.
3.5
Solusi Mengatasi Masalah yang Muncul di Lingkup Puskesmas
Puskesmas sebagai unit pelayanan kesehatan yang
terinstitusionalisasi mempunyai kewenangan yang besar dalam menciptakan inovasi
model pelayanan kesehatan di daerah. Untuk itu dibutuhkan komitmen dan kemauan
untuk meningkatkan/meratakan kualitas dan kuantitas pelayanan kesehatan dengan
melakukan revitalisasi sistem kesehatan dasar dengan memperluas jaringan yang
efektif dan efisien di Puskesmas, peningkatan jumlah dan kualitas tenaga
kesehatan/revitalisasi kader PKK, pembentukan standar pelayanan kesehatan
minimum untuk kinerja sistem kesehatan yang komprehensif, serta memperbaiki
sistem informasi pada semua tingkatan pemerintah. Dari banyak kasus yang
terjadi dibanyak daerah, jelas bahwa Puskesmas memiliki pencitraan yang rendah
pada saat sekarang, terutama jika dilihat dari sarana, Puskesmas tidak memiliki
fasilitas yang lengkap walaupun sudah mendapat dana dari Dinas Kesehatan.
1.6
Analisis Kasus Penyelenggaraan Pelayanan
Puskesmas di Kecamatan
Tamako
Seperti yang kita ketahui, bahwa pelayanan kesehatan
itu tidak hanya diperuntukkan bagi mereka yang tinggal di wilayah perkotaan
saja, tetapi juga diperuntukkan bagi masyarakat yang berada di wilayah
pedesaan. Namun, pada kenyataannya penyelenggaraan pelayanan kesehatan di
wilayah pedesaan cenderung lebih buruk dibandingan dengan di wilayah perkotaan.
Hal ini terjadi karena wilayah pedesaan kurang mendapat perhatian dari
pemerintah pusat dan pemerintah daerah, sehingga penyelenggaraan pelayanan di
pedesaan terkesan buruk. Hal ini dapat dilihat dari penyelenggaraan pelayanan
puskesmas di Kecamatan Tamako yang jauh dari standar minimal pelayanan
kesehatan.
Puskesmas Tamako yang terletak di Kecamatan Tamako
berada kurang lebih 35 km dari ibukota Kabupaten Kepulauan Sangihe, Provinsi
Sulawesi Utara adalah satu-satunya unit pelayanan kesehatan strata pertama yang
ada di wilayah ini. Dari segi sarana dan prasarana, Puskesmas ini memiliki 1
rumah dokter dan 4 rumah para medis. Sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan,
Puskesmas Tamako memiliki 3 Puskesmas pembantu, dua diantaranya tidak
berpenghuni, 2 pos obat desa, 11 Posyandu, dan didukung oleh 1 Puskesmas
keliling. Namun, dengan jejaring seperti itu, pada kenyataannya tetap saja
banyak masyarakat yang tidak terjangkau oleh pelayanan kesehatan yang diselenggarakan
oleh Puskesmas Tamako ini. Ketidakterjangkauan ini umumnya disebabkan karena
jauhnya jarak Puskesmas dengan pemukiman warga, sulitnya medan, dan tantangan
cuaca. Selain itu, terbatasnya persediaan obat-obatan juga nampak di Puskesmas
Tamako ini. Sebagai contoh, pada tahun 2001, wilayah ini membutuhkan 1092 jenis
obat, sementara yang tersedia di Gudang Farmasi Kabupaten (GFK) hanya 996 jenis
obat, yang mana 560 (51%) diantaranya adalah obat generik. Obat-obatan yang
didrop dari GFK sebagian besar tidak sesuai dengan permintaan. Ada obat yang
diminta berkali-kali, tetapi tidak diberikan, dan jikalau diberikan jumlahnya
sangat sedikit. Sebaliknya, obat-obatan yang tidak diminta justru diberikan
terus-menerus. Lalu, jika dilihat dari segi Sumber Daya Manusia (SDM),
kuantitas dan kualitas tenaga medis juga menjadi masalah di Puskesmas Tamako. Status
Puskesmas Tamako yang merupakan Puskesmas rawat inap tentu saja memerlukan
tenaga medis yang cukup. Namun, pada kenyataannya hal tersebut tidak dapat tercapai
karena distribusi tenaga medis di Kabupaten Sangihe yang masih kurang sehingga
belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakatnya. Rasio tenaga medis dengan jumlah
penduduk yang belum berimbang ini jelas mempengaruhi pelayanan kesehatan di
Kecamatan Tamako ini. Kemudian dari segi pembiayaan atau keuangan Puskesmas
Tamako. Secara umum terlihat adanya upaya peningkatan alokasi anggaran untuk
pembangunan sektor kesehatan di wilayah ini. Dari tahun ke tahun, terlihat
adanya upaya untuk lebih menambah kepedulian terhadap sektor kesehatan yang
nampak pada distribusi penganggaran dari APBN dan APBD yang semakin meningkat.
Namun, lagi-lagi pada kenyataannya, hal tersebut tidak seirama dengan
upaya-upaya teknis yang ada di lapangan yang ironisnya bersentuhan langsung
dengan masyarakat. Realisasi proyek pembangunan sarana kesehatan sebagian besar
tidak sesuai dengan kebutuhan dan ketentuan yang berlaku. Misalnya, pernah
terjadi saat ada rehabilitasi Puskesmas pembantu, seng yang sudah tua dibalik,
lalu dicat, kemudian dipasang lagi, dinding beton yang digantikan dengan papan
triplek yang dicat sehingga kelihatan dari jauh seperti dinding beton yang
asli. Begitu pula dengan proyek-proyek yang tidak sesuai dengan kebutuhan
tetapi dipaksakan diterima oleh Puskesmas. Contohnya, antena SSB yang sudah
ada, ditambah lagi dengan antena yang baru yang berarti mencari lokasi
pemasangan di halaman Puskesmas, sehingga halaman yang sudah sempit menjadi
semakin sempit. Sementara itu, anggaran rutin sebagian besar terpakai untuk
gaji pegawai, sehingga sangat sedikit yang dialokasikan untuk dana rutin lain
seperti pemeliharaan gedung. Oleh sebab itu, perbaikan pelayanan kesehatan di
Puskesmas Tamako ini tidak dapat dilaksanakan secara efektif karena adanya
penyelewengan dana yang dilakukan oleh pihak Puskesmas sendiri, yang seharusnya
dana yang diberikan pemerintah dianggarkan untuk pemeliharaan gedung atau
perbaikan sarana dan prasarana Puskesmas, justru dipakai untuk gaji pegawai
Puskesmas, sehingga penyelenggaraan pelayanan kesehatan di Puskemas Tamako tidak
dapat berkembang dengan baik.
BAB
IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Puskesmas
sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan masyarakat ternyata masih menyimpan
berbagai permasalahan yang kini banyak dikeluhkan oleh masyarakat. Tidak hanya
dilihat dari segi sarana dan prasarana yang kurang memadai, tetapi juga dari
segi tenaga medis yang demikian pula adanya. Oleh karena itu, diperlukan
perhatian khusus dari pemerintah dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada
masyarakat serta komitmen untuk merubah sistem pelayanan Puskesmas yang dinilai
buruk oleh masyarakat. Selain itu, Puskesmas juga harus memiliki standar
pelayanan yang dapat memenuhi seluruh kebutuhan masyarakat untuk mencapai
kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat.
4.2
Saran
1. Puskesmas
harus lebih memfokuskan pada peningkatan pelayanan kesehatan dan
pengelolaan
sistem kesehatan yang menyeluruh
2. Melakukan
perbaikan terhadap sarana dan prasarana Puskesmas demi terpenuhinya kebutuhan
masyarakat akan pelayanan kesehatan
3. Merestrukturisasikan
peran Puskesmas
4. Pemerintah
harus memberikan otonomi kepada Puskesmas dalam memberikan pelayanan kesehatan
kepada masyarakat
5. Mensosialisasikan
program-program Puskesmas kepada masyarakat untuk mengubah citra Puskesmas yang
sudah dinilai buruk oleh masyarakat
DAFTAR PUSTAKA
Tjiptoherijanto, prijono, Said Z.
Abidin, Reformasi Administrasi dan
Pembangunan
Nasional.
1993. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia: Jakarta
definisi-puskesmas.html
model-puskesmas-era-desentralisasi.html
http://one.indoskripsi.com,
diunduh tanggal 24 November 2009
http://muharrikyanuar.wordpress.com,
diunduh tanggal 24 November 2009
http://groups.yahoo.com,
diunduh tanggal 24 November 2009
http://els.bappenas.go.id,
diunduh tanggal 24 November 2009
http://alfredsaleh.files.wordpress.com,
diunduh tanggal 24 November 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar