STANDART PROSEDUR OPERASIONAL (SPO)
MONITORING KESEIMBANGAN CAIRAN TUBUH
2.1. Proporsi Cairan Tubuh
Air
memiliki presentase yang besar dari badan manusia. Pada bayi prematur sekitar
80% dari barat badannya adalah air. Sedangkan pada bayi yang lahir cukup
sekitar 70% dari berat badannya merupakan air. Seiring dengan bertumbuhnya usia
maka presentase air menurun. Pada orang dewasa laki-laki kira-kira 60% dari
berat badannya adalah air. Sedangkan pada wanita dewasa sekitar 50% adalah air.
Presentase air pada tubuh lansia kira-kira 45% sampai 55% dari berat badannya.
(Horner dan Swearingen.2001).
Cairan di dalam tubuh manusia tidaklah terkumpul didalam satu tempat saja,
melainkan didistribusikan kedalam dua ruangan utama yakni cairan intraseluler
dan cairan ekstraseluler. Cairan intraseluler adalah cairan yang terdapat
didalam sel denganm jumlah sekita 40% dari berat badan, dan merupakan bagian
dari protoplasma. Pada intraseluler ini terjadi proses metabolisme.
Cairan ekstraseluler adalah cairan yang terdapat diluar sel dengan jumlah
sekitar 20% dari berat badan dan berperan dalam memberi bahan makanan bagi sel
dan membuang sampah sisa metabolisme. Cara ekstraseluler ini terbagi menjadi
dua, yaitu cairan intersitial dan cairan intravaskuler. Cairan intersitial
adalah cairan yang terdapat pada celah antarsel atau disebut pula cairan
jaringan, berjumlah sekitar 15% dari berat badan. Pada umumnya cairan
intrasitial berfungsi sebagai pelumas agar tidak terjadi gesekan pada saat dua
jaringan tersebut bergerak. Contoh dari cairan intersitial yaitu cairan pleura,
cairan perikardial dan cairan peritoneal. Cairan intravaskuler merupakan cairna
yang terdapat didalam pembuluh darah dan merupakan plasma yang berjumlah
sekitar 5% dari berat badan.
2.2. Komponen Cairan
1. Cairan Nutrien
Cairan nutrien (zat gizi) melalui intravena dapat memenuhi
kalori dalam bentuk karbohidrat, nitrogen, dan vitaminn yang penting untuk
metabolisme. Kalori Yng berada cairan dapat berkisar antara 200-1500 kalori
perliter.
Cairan nutrien terdiri atas :
§
Karbohidrat
dan air, contoh : dextrose (glukosa), levulose (fruktosa), invert sugar (½
dextrose dan ½ levulose)
§
Asam
amino, contoh : amigen, amonosol, dan travamin
§
Lemak,
contoh : lipomul dan liposyn.
1. Blood Volume Expanders
Blood volume eksanders merupakan bagian dari jenis cairan yang berfungsi untuk
meningkatkan volume pembuluh darah setelah kehilangan darah atau plasma. Jenis
blood volume expanders antara lain human serum albumin dan dextran dengan
konsentrasi yang berbeda. Kedua cairan ini mempunyai tekanan osmotik, sehingga
secara langsung dapat meningkatkan jumlah volume darah.
2. Cairan Elektrolit
Cairan elektrolit adalah cairan saline atau cairan yang memiliki sifat
bertegangan tetap dengan bermacam-macam elektrolit. Cairan saline terdiri
atas cairan isotonik, hipotonik dan hipertonik.
Contoh cairan elektrolit adalah :
§
Cairan
Ringer’s, terdiri atas : Na+, K+, Cl-, Ca2+
§
Cairan
Ringer’s Laktat, terdidri atas : Na+, K+, Mg+,
Cl-, Ca2+, HCO3-
§
Cairan
Buffer’s, terdiri atas : Na+, K+, Mg2+, Cl-,
HCO3-
2.3. Pengaturan Volume Cairan Tubuh
Keseimbangan cairan dalam tubuh dihitung dari keseimbangan antara jumlah cairan
yang masuk dan jumlah cairan yang keluar.
1.
Keseimbangan cairan
dan elektrolit cairan tubuh terbagi menjadi dua, yaitu:
a. Ruang intrasel (2/3 cairan tubuh)àbanyak di otot
b. Ruang ekstraseluler (1/3 cairan tubuh) yang dibagi lagi
menjadi 3 bagian, yaitu:
·
Cairan intravaskuler
(3 L)
·
Cairan interstisial
(8 L)
·
Cairan transeluler
(paling sedikit)
2.
Pengaturan
kompartemen cairan tubuh
a. Osmosis + osmolaritas (dari encer ke pekat)
b. Difusi (dari zat terlarut tinggi ke zat terlarut rendah)
c. Filtrasi (perpindahan dari tekanan tinggi ke tekanan yang
lebih rendah)
d. Pompa Na dan K (merupakan salah satu bentuk transport
aktif àmelawan gradient sehingga membutuhkan energy. Na bergerak
dari intrasel ke ekstrasel, K bergerak dari ekstrasel ke intraselàNa di ekstrasel lebih tinggi
3.
Gangguan volume
cairan
a. Hipovolemia
Kehilangan air+elektrolit dengan proporsi yang sama. Hal
ini berbeda dengan dehidrasi (kehilangan air dengan peningkatan Na serum).
Contoh: diare, mual, faktor resiko DM insipidus
Penatalaksanaan: berikan larutan isotonic (RL, NaCl 0,9
%) untuk tatalaksana kehilangan cairan dan bisa digunakan pada hipotensi. Jika
sudah normal dapat diberikan larutan hipotonik (NaCl 0.45%)
*syok hipovolemik terjadi jika volume cairan hilang
>25% volume intravascular
Tahapan syok hipovolemik:
1: volume darah hilang <=15%, dikompensasi dengan
konstriksi pembuluh darah. Tanda dan gejala: BP normal, RR normal, kulit pucat,
ansietas (cemas awal)
2: volume darah hilang 15-30% (750-1500mL). CO tidak
dapat dikompensasi dengan konstriksi pembuluh darah arteri. Tanda dan gejala:
RR meningkat (takikardi), BP normal, Tekanan diastolic meningkat, berkeringat
(stimulasi dari sistem saraf simpatik), ansietas ringan, kelelahan
3: volume darah hilang 30-45% (1500-2000mL). Tanda dan
gejala: tekanan sistolik turun sampai di bawah 100 mmHg, sudah ada tanda klasik
syok hipovolemik; takikardi>120x/ menit, takipneu>30x/menit, penurunan
status mental (ansietas, agitasi), keringat dingin, kulit pucat, penurunan
sistolik.
4: kehilangan volume darah >40% (>2000Ml). Tanda
dan gejala: takikardi ekstrim, denyut nadi lemah, penurunan sistolik yang
signifikan sampai <=70 mmHg, kesadaran menurun, diaphoresis, dingin,
ekstremitas sangat pucat.
b. Hipervolemia
Na+ dan air tertahan dengan proporsi yang kurang lebih
sama dengan di dalam CES.
Penyebab: gagal ginjal, gagal jantung, sirosis hepatis
Manifestasi klinis: takikardi; peningkatan BP, vena
sentral, BB, jumlah urin; napas pendek & mengi
Intervensi: mencegah fluid volume electrolyte (FVE)
dengan diet natrium, mendeteksi FVE (memantau asupan, istirahat, dll), berikan
posisi fowler tinggi agar cairan ke jantung dan pre load berkurang.
Edema dapat terjadi akibat perluasan cairan di ruang
interstisial (penumpukan Na+)à berikan terapi diuretik
c. Hiponatremia
Penyebab: Syndrome insufficiency ADH (SIADH), hiperglikemi, masukan cairan
secara perenteral yang < elektrolit meningkat, penggunaan air ledeng untuk
enema atau irigasi gaster
Manifestasi klinis: mual, kram perut, neuropsikiatrik,
anoreksia, perasaan lelah.
*Suatu kondisi dikatakan terjadi peningkatan TIK jika
kadar Na serum < 115 mEq/ L
Ciri-ciri peningkatan TIK: letargi, confuse, kedutan
otot, kelemahan fokal, hemiparase, papil edema, kejang
Penatalaksanaan: mengganti Na+ (oral, nasogastrik),
berikan larutan isotonic jika tidak dapat menggunakan Na+, pembatasan air lebih
aman pada pasien dengan volume cairan normal.
d. Hipernatremia (kadar Na> 145 mEq/L)
Penyebab: kehilangan air pada pasien yang tidak sadar
karena tidak dapat berespon terhadap rangsang haus, Na+ yang tidk proporsional
(berlebih), diabetes insipidus (jika pasien tidak berespon terhadap rasa haus,
stroke , hampir tenggelam di laut, kegagalan sistem penyesuaian, sistem
hemodialisis/ hemodialisis peritoneal, pemberian cairan salin intravena.
Manifestasi klnis: neurologis, dehidrasi seluler,gelisah,
lemah (pada hipernatremi sedang), disorientasi, halusinasi, delusi (pada
hipernatremi berat), kerusakan otak permanen (pada hipernatremi sangat berat)
Intervensi: penurunan kadar Na serum secara bertahap dengan infus larutan
isotonic, lebih aman diberikan larutan hipotonik/ isotonic daripada dekstrose
karena dekstrose menurunkan kadar Na+
secara cepat (penurunan Na+ plasma maksimal 2 mEq/ jam), koreksi
hipernatremi secara menetap.
e. Hipokalemia (kehilangan muntah dan penghisapan gastric)
Hipokalemia biasanya menyebabkan alkalosis dan demikian
sebaliknya. Setiap peningkatan pH0,1 artinya peningkatan kalium serum 0,5.
Hipokalemia biasanya terjadi pada diare, ileostomi baru, adenoma villous (tumor
pada saluran GI), dan bisa juga terjadi pada pasien yang mendapat asupan
karbohidrat parenteral.
Hipokalemia berat dapat menyebabkan henti jantung dan
henti napas.
Tanda-tanda klinis jarang terlihat sebelum kadar kalium
serum turun di bawah 3, kecuali tingkat kehilangannya cepat.
Manifestasi klinis: keletihan, mual, muntah, kelemahan
otot, kram kaki, penurunan motilitas usus, parestesia, disritmia, peningkatan
sensitifitas terhadap digitalis.
Hipokalemia berkelanjutan dapat menyebabkan
ketidakmampuan ginjal memekatkan urinàurin
encer+rasa haus berlebih. Selain itu deplesi kalium bisa menekan pelepasan
insulin àintoleransi glukosa.
Intervensi:
·
Pencegahan: K+
diperbaiki à40-80 mEq/hari, pasien beresiko diperbaiki 50-100
mEq/hari
Tambahan kalium oral dapat menyebabkan lesi usus kecil.
Oleh karena itu, pasien harus dikaji + diingatkan tentang distensi abdomen,
nyeri, dan perdarahan.
Makanan yang banyak mengandung kalium antara lain:
pisang, kismis, jeruk, daging, susu, tomat segar, kentang, miju2, jus buah.
4.
Gangguan asam basa
Jenis Gangguan
|
pH
|
pCO2
|
HCO3
|
Asidosis Respiratorik
|
¯
|
|
N
|
Alkalosis Respiratorik
|
|
¯
|
N
|
Asidosis Metabolik
|
¯
|
N
|
¯
|
Alkalosis Metabolik
|
|
N
|
|
5.
Nilai normal
Na+ : 135-150
mEq/L
K+: 3,5-5
Ca+: 4,5-5,5
Bikarbonat
sifatnya basa, asam karbonat sifatnya asam
6.
Terapi cairan
parenteral
·
Jenis larutan
intravena
a.
Cairan isotonis
Osmolalitasnya
sama dengan serum NaCl 0,9%, RL, sebagai rumatan di awal, tapi tidak boleh jadi
rumatan rutin. Untuk memperbaiki kekurangan Na+. jika dicampur dengan dekstrose
akan menjadi hipertonik. Digunakan pada kasus: luka bakar
b.
Cairan hipotonis
Jika dicampur
dekstrose jadi hipertonik. Contoh: NaCl 0,45%
c.
Cairan hipertonis
Hanya
digunakan saat kondisi kritis. Contoh: NaCl 0,3 %
·
Kebutuhan cairan
1.
Masukan + haluaran
orang dewasa per 24 jam
Masukan
|
Haluaran
|
Cairan oral: 1100-1400 mL
|
Urin: 1200-1500 Ml
|
Air dalam makanan: 800-1000 mL
|
Feses: 100-200 Ml
|
Air hasil metabolism: 300 mL
|
Paru: 400 Ml
|
|
Kulit: 500-600 mL
|
Total: 2200-2700 mL
|
Total: 2200-2700 mL
|
2.
Menghitung
kebutuhan cairan/hari
Metode 1:
Kebutuhan
cairan/hari= BB x 25-35 mL
*25 mL/kgàpasien CHF; 30 mL/kgàrata-rata
orang dewasa; 35 mL/kgàpasien infeksi/ luka
kebutuhan
elektrolit
·
Sodium (Na) : 2-3 mEq/100 mL H2O/
hari
·
Potassium (K) : 1-2 mEq/100 mL H2O/ hari
·
Chloride (Cl) : 2-3 mEq/100 mL H2O/ hari
Metode 2:
10 kg pertama : kalikan dengan 100 mL cairan
10 kg
berikutnya : kalikan dengan 50 mL
cairan
Setiap
tambahan/ kg : kalikan 15 mL cairan
Metode 3:
1 mL/kcal
intake= ml cairan yang dibutuhkan per hari
Metode 4:
(kg BB-20) x
15 + 1500=…mL/hari
Metode 5:
Dewasa normal :30-35 mL/kg
BB
Dewasa berusia
55-75 tahun : 30 mL/kg BB
Dewasa berusia
> 75 tahun : 25 mL/kg BB
3.
Menghitung BUN
BUN merupakan
nitrogen urea darah yang terbentuk dari urea yang merupakan hasil akhir dari
metabolisme
protein (pembentukan urea, protein di hati)
Kadar normal:
10-20 mg/dLàSI=3,5-7 mmol/L
·
Kondisi yang dapat
meningkatkan BUN: perdarahan GI, dehidrasi, peningkatan masukan protein, demam,
sepsis
·
Kondisi yang dapat
menurunkan BUN: penyakit hati tahap akhir, kelaparan, diet rendah protein
Nilai
osmolalitas serum perkiraan
Na+ x 2
x glukosa/ 18 + BUN/ 3
2.3.1. Asupan Cairan
Asupan (intake) cairan untuk kondisi normal pada orang
dewasa adalah ±2500 cc per hari. Asupan cairan dapat langsung berupa cairan
atau ditambah dari makanan lain. Pengaturan mekanisme keseimbangan cairan ini
menggunakan mekanisme haus. Pusat pengaturan rasa haus dalam rangka mengatur
keseimbangan cairan adalah hipotalamus. Apabila terjadi ketidakseimbangan
volume cairan tubuh yang dimana asupan cairan kurang atau adanya perdarahan,
maka curah jantung menurun, menyebabkan terjadinya penurunan tekanan darah.
2.3.2. Pengeluaran Cairan
Pengeluaran (output) cairan sebagai bagian dalam mengimbangi
asupan cairan pada orang dewasa, dalam kondisi normal adalah ±2300 cc. Jumlah
air yang paling banyak keluar berasal dari ekskresi ginjal (berupa urine),
sebanyak ±1500 cc per hari pada orang dewasa. Hal ini juga dihubungkan dengan
banyaknya asupan air melalui mulut. Asupan air melalui mulut dan pengeluaran
air melalui ginjal mudah diukur, dan sering dilakukan dalam praktik klinis.
Pengeluaran cairan dapat pula dilakukan melalui kulit (berupa keringat) dan
saluran pencernaan (berupa feses).
Pasien dengan ketidakadekuatan pengeluaran cairan memerlukan
pengawasan asupan dan pengeluaran cairan secara khusus. Peningkatan jumlah dan
kecepatan pernapasan, demam, keringat, dan diare dapat menyebabkan kehilangan
cairan secara berlebihan. Kondisi lain yang dapat menyebabkan kehilangan cairan
secara berlebihan adalah muntah secara terus-menerus.
Hasil-hasil pengeluaran cairan adalah:
1. Urine
Pembentukan urine terjadi di ginjal dan dikeluarkan melalui vesika urinaria.
Proses ini merupakan proses pengeluaranm cairan tubuh yang utama. Cairan dalam
ginjal disaring pada glomerulus dan dalam tubulus ginjal untuk kemudian diserap
kembali ke dalam aliran darah. Hasil eksresi terakhir proses ini adalah urine.
Jika terjadi pennurunan volume dalam sirkulasi darah, reseptor antrium jantung
kiri dan kanan akan mengirimkan impuls ke otak, kemudian otak akan mengirimkan
impuls kembali ke ginjal dan memproduksi ADH sehingga memengaruhi pengeluaran
urine.
2. Keringat
Keringat terbentuk bila tubuh menjadi panas akibat pengaruh suhu yang panas.
Keringat dapat mengandung garam, urea, asam laktat, dan ion kalium. Banyaknya
jumlah keringat yang keluar akan memengaruhi kadar natrium dalam plasma.
3. Feses
Feses yang keluar mengandung air dan sisanya berbentuk padat. Pengeluaran air
melalui feses merupakan pengeluaran cairan yang paling sedikit jumlahnya. Jika
cairan yang keluar melalui feses jumlahnya berlebihan, maka dapat menyebabkan
tubuh menjadi lemas. Jumlah rata-rata pengeluaran cairan memalui feses adalah
100 ml/hari.
2.4. Metode Pemenuhan Kebutuhan Cairan dan Elektrolit
Keseimbangan cairan dalam tubuh tidak boleh dianggap sepele karena dapat
mengganggu vitalitas fungsional tubuh. Apabila tidak segera ditanggulangi maka
akan menyebabkan kematian. Perawat sebagai tenaga kesehatan yang profesional
harus tanggap dan cakap dalam mengatasi ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit.
Perawat harus memiliki kompetensi yang baik dalam beberapa hal terkait dengan
pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit guna penanggulangan gangguan cairan
dan elektrolit. Kompotensi tersebut meliputi terapi intravena, mengukur intake
dan output cairan, dan transfusi darah.
2.4.1. Menghitung Cairan Intravena (Infus)
Pemberian cairan intravena yaitu memasukkan cairan atau obat langsung kedalam
pembuluh darah vena dalam jumlah dan waktu tertentu dengan menggunakan infus
set. Tindakan ini dilakukan pada klien dengan dehidrasi, sebelum transfusi
darah, pra dan pasca bedah sesuai pengobatan, serta klien yang tidak bisa makan
dan minum melaui mulut.
Prosedur
kerja :
1. Observasi kepatenan selang dan jarum
IV
a.
Buka
pengatur tetesan dan observasi kecepatan aliran cairan dan larutan IV ke dalam
bilik tetesan dan kemudian tutup pengatur tetesan apabila kecepatan telah
sesuai dengan yang diprogramkan.
b. Apabila cairan tidak mengalir,
rendahkan botol kantung cairan IV sampai lebih rendah dari tempat masuknya
infus dan observasi adanya aliran balik darah.
2. Periksa catatan medis untuk
pemberian larutan dan zat aditif yang tepat. Program yang biasa di resepkan
ialah pemberian larutan selama 24jam, biasanya dibagi ke dalam 2 sampai 3 L.
Kadangkala program pemberian IV hanya berisi 1 L untuk mempertahankan vena
tetap terbuka (KVO). Catatan juga memperlihatkan waktu yang diperlukan untuk
menginfuskan setiap liter cairan.
3. Kenali faktor tetesan dalam bentuk
banyaknya tetesan/ml (tts/ml) dari sebuah set infus, misalnya:
§ Mikrodrip (tetes mikro) : 60 tts/ml
§ Makrodrip (tetes makro), yang
terdiri dari :
-
Abbott Lab
: 15 tts/ml
-
Travenol
Lab : 10 tts/ml
-
McGaw Lab
: 15 tts/ml
-
Baxter
: 10 tts/ml
4. Pilih salah satu formula berikut
untuk menghitung kecepatan aliran ( tts/ml) setelah menghitug jumah ml/ jam
jika dibutuhkan.
Volume total (ml) ÷ jam pemberian infus = ml/jam
a.
ml/jam ÷ 60 menit = tts/mnt
b.
ml/jam x faktor tetes ÷ 60 menit = tts/mnt
|
5. Apabila digunakan pompa infus atau
peralatan pengontrol volume, tempatkan alat tersebut di sisi tempat tidur.
6. Tentukan kecepatan per jam dengan
membagi volume dengan jam.
Contohnya
:
1000 ml ÷ 8 jam = 125 ml/jam atau jika 4 L
diprogramkan untuk 24 jam, maka :
4000 ml ÷ 24 jam = 166,7 atau 167
ml/jam
|
7. Tempelkan label volume secara
vertikal pada botol atau kantung IV di sebelah garis penunjuk volume. Beri
tanda plester berdasarkan kecepatan aliran perjam.
Misalnya
: Jika seluruh volume cairan akan diinfuskan dalam 8,10, dan 12 jam,
masing-masing ukuran tersebut akan ditandai dengan plester.
8. Setelah kecepatan perjam ditetapkan,
hitung kecepatan permenit berdasarkan faktor tetes didalam set infus. Set infus
minidrip ini memiliki faktor tetes 60 tts/ml. Tetesan yang biasa digunakan atau
makrodrip yang digunakan pada contoh ini memiliki faktor tetes 15 tetes/ml.
Dengan menggunakan rumus, hitung kecepatan aliran permenit :
9. Hitung kecepatan aliran dengan
menghitung jumlah tetesan di dalam bilik tetesan selama 1 menit dengan
menggunakan jam tangan dan kemudian atur klem penggeser untuk meningkatkan atau
menurunkan kecepatan infus. Ulangi sampai kecepatan aliran akurat.
10. Ikuti prosedur ini untuk ;
a.
Pompa
infus :
(1). Tempatkan monitor elektronik
pada bilik tetesan di bawah asal tetesan dan di atas tinggi cairan di dalam
bilik.
(2). Tempatkan selang infus IV
dengan bagian atas kotak pengontrol searah dengan aliran (mis. Di bagian atas,
bagian selang terdekat, dengan klien). Pilih jumlah tts/mnt atau volume/jam,
pintu untuk mengontrol bilik ditutup, nyalakan tombol daya dan tekan tombol
start untuk memulai.
(3). Pastikan bahwa alat pengukur
kecepatan. Tetesan pada selang infus berada pada posisi terbuka saat pompa
infus digunkan.
(4).
Pantau kecepatan infus sekurang-kurangnya setiap jam.
(5).
Kaji kepatenan sistem IV ketika alarm berbunyi.
b.
Peralatan pengontrol volume
(1). Tempatkan peralatan pengontrol
volume diantara kantung IV dan isertion spike dan set infus
(2). Masukan cairan yang akan
diberikan dalam 2 jam ke dalam peralatan tersebut.
(3). Kaji sistem IV
sekurang-kurangnya setiap jam sekali dan tambahkan cairan ke dalam peralatan.
Atur kecepatan aliran.
11. Observasi klien setiap jam
untuk menentukan respons terhadap terapi IV dan upaya memperbaiki keseimbangan
cairan dan elektrolit. Juga periksa daerah pemasangan IV untuk melihat adanya
tanda-tanda infiltrasi, inflamasi dan plebitis.
12. Catat kecepatan infus, tts/mnt,
dan ml/jam dicatatan klien sesuai dengan kebijakan lembaga.
2.4.2. Mengukur Intake dan Output Cairan
Pengukuran intake dan output cairan merupakan suatu tindakan yang dilakukan
untuk mengukur jumlah cairan yang masuk kedalam tubuh (intake) dan jumlah cairn
yang keluar dari tubuh (output). Tujuan dari mengukur intake dan output cairan
yaitu untuk menentukan status keseimbangan cauran tubuh klien dn juga untuk
menetukan tingkat dehidrasi klien.
Prosedur :
a.
Tentukan
jumlah cairan yang masuk ke dalam tubuh. Cairan yang masuk ke dalam tubuh
melalui air minum, air dalam makanan, air hasil oksidasi (metabolisme) dan
cairan intrvena.
b. Tentukan jumlah cairan yang keluar
dari tubuh klien, cairan yang keluar dari tubuh terdiri atas urine, insensible
water loss (IWL), feses, dan muntah.
c.
Tentukan
kseimbangan cairan tubuh klien dengan rumus intake-output.
Keseimbangan Intake dan Output :
a.
Rata-rata intake cairan perhari :
1).
Air minum : 1500 - 2500 ml
2).
Air dari makanan : 750 ml
3).
Air hasil metabolism oksidatif : 300 ml
b.
Rata-rata output cairan perhari :
1). Urine : 1-2 cc/kgBB/jam
2). Insensible water loss :
- dewasa : IWL = 10-15 cc/kgBB/hari
- anak-anak : IWL = 30-umur th cc/kgBB/hari
- bila ada kenaikan suhu :
IWL = 200 (suhu sekarang sampai 36,8oC)
3). Feses :
100-200 ml
Kebutuhan cairan
meningkat jika:
Demam (peningkatan
10C tambah 12%)
Muntah, diare
Gagal ginjal output
berlebihan
Diabetes insipidus
Luka bakar
Shock
Takipnea
Kebutuhan cairan
menurun jika:
Gagal jantung
kongestif
Ventilasi mekanik
Paska bedah
Gagal ginjal
Tekanan
intrakranial tinggi
SIADH
Komplikasi
pemberian cairan:
Sistemik:
v Kelebihan cairan tubuh
v Kekurangan cairan tubuh
v Kelainan elektrolit
v Kelainan gula darah
v Emboli udara
Lokal:
v Flebitis
v Infeksi
Gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit :
-
Dehidrasi
(isotonic, hipernonik, hipotonik)
-
Edema
-
Intoksikasi air
DAFTAR PUSTAKA
Asmadi. (2008). Teknik Prosedural Keperawatan Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar
Klien. Jakarta : Salemba Medika
Potter and Perry. 2006. Buku fundamental keperawatan konsep,
proses dan praktik edisi 4 volume 2. Jakarta : EGC